RSS

Minggu, 29 Juni 2014

CERITA PALING SEDIH

Saat aku beranjak dewasa, aku mulai mengenal sedikit kehidupan yang menyenangkan, merasakan kebahagiaan memiliki wajah yang tampan, kebahagiaan memiliki banyak pengagum di sekolah, kebahagiaan karena kepintaranku yang dibanggakan banyak guru. Itulah aku, tapi satu yang harus aku tutupi, aku malu mempunyai seorang ibu yang BUTA! Matanya tidak ada satu. Aku sangat malu, benar-benar

Aku sangat menginginkan kesempurnaan terletak padaku, tak ada satupun yang cacat dalam hidupku juga dalam keluargaku. Saat itu ayah yang menjadi tulang punggung kami sudah dipanggil terlebih dahulu oleh yang Maha Kuasa. Tinggallah aku anak semata wayang yang seharusnya menjadi tulang punggung pengganti ayah. Tapi semua itu tak kuhiraukan. Aku hanya mementingkan kebutuhan dan keperluanku saja. Sedang ibu bekerja membuat makanan untuk para karyawan di sebuah rumah jahit sederhana.

Pada suatu saat ibu datang ke sekolah untuk menjenguk keadaanku. Karena sudah beberapa hari aku tak pulang ke rumah dan tidak tidur di rumah. Karena rumah kumuh itu membuatku muak, membuatku kesempurnaan yang kumiliki manjadi cacat. Akan kuperoleh apapun untuk menggapai sebuah kesempurnaan itu.

Tepat di saat istirahat, Kulihat sosok wanita tua di pintu sekolah. Bajunya pun bersahaja rapih dan sopan. Itulah ibu ku yang mempunyai mata satu. Dan yang selalu membuat aku malu dan yang lebih memalukan lagi Ibu memanggilku. “Mau ngapain ibu ke sini? Ibu datang hanya untuk mempermalukan aku!” Bentakkan dariku membuat diri ibuku segera bergegas pergi. Dan itulah memang yang kuharapkan. Ibu pun
bergegas keluar dari sekolahku. Karena kehadiranya itu aku benar-benar malu, sangat malu. Sampai beberapa temanku berkata dan menanyakan. “Hai, itu ibumu ya???, Ibumu matanya satu ya?” yang menjadikanku bagai disambar petir mendapat pertanyaan seperti itu.

Beberapa bulan kemudian aku lulus sekolah dan mendapat beasiswa di sebuah sekolah di luar negeri. Aku mendapatkan beasiswa yang ku incar dan kukejar agar aku bisa segera meninggalkan rumah kumuhku dan terutama meninggalkan ibuku yang membuatku malu. Ternyata aku berhasil mendapatkannya. Dengan bangga kubusungkan dada dan aku berangkat pergi tanpa memberi tahu Ibu karena bagiku itu tidak perlu. Aku hidup untuk diriku sendiri. Persetan dengan Ibuku. Seorang yang selalu mnghalangi kemajuanku.

Di Selolah itu, aku menjadi mahasiswa terpopuler karena kepintaran dan ketampananku. Aku telah sukses dan kemudian aku menikah dengan seorang gadis Indonesia dan menetap di Singapura.

Singkat cerita aku menjadi seorang yang sukses, sangat sukses. Tempat tinggalku sangat mewah, aku mempunyai seorang anak laki-laki berusia tiga tahun dan aku sangat menyayanginya. Bahkan aku rela mempertaruhkan nyawaku untuk putraku itu.

10 tahun aku menetap di Singapura, belajar dan membina rumah tangga dengan harmonis dan sama sekali aku tak pernah memikirkan nasib ibuku. Sedikit pun aku tak rindu padanya, aku tak mencemaskannya. Aku BAHAGIA dengan kehidupan ku sekarang.

Tapi pada suatu hari kehidupanku yang sempurna tersebut terusik, saat putraku sedang asyik bermain di depan pintu. Tiba-tiba datang seorang wanita tua renta dan sedikit kumuh menghampirinya. Dan kulihat dia adalah Ibuku, Ibuku datang ke Singapura. Entah untuk apa dan dari mana dia memperoleh ongkosnya. Dia datang menemuiku.

Seketika saja Ibuku ku usir. Dengan enteng aku mengatakan: “HEY, PERGILAH KAU PENGEMIS. KAU MEMBUAT ANAKKU TAKUT!” Dan tanpa membalas perkataan kasarku, Ibu lalu tersenyum, “MAAF, SAYA SALAH ALAMAT”

Tanpa merasa besalah, aku masuk ke dalam rumah.

Beberapa bulan kemudian datanglah sepucuk surat undangan reuni dari sekolah SMA ku. Aku pun datang untuk menghadirinya dan beralasan pada istriku bahwa aku akan dinas ke luar negeri.

Singkat cerita, tibalah aku di kota kelahiranku. Tak lama hanya ingin menghadiri pesta reuni dan sedikit menyombongkan diri yang sudah sukses ini. Berhasil aku membuat seluruh teman-temanku kagum pada diriku yang sekarang ini.

Selesai Reuni entah megapa aku ingin melihat keadaan rumahku sebelum pulang ke Sigapore. Tak tau perasaan apa yang membuatku melangkah untuk melihat rumah kumuh dan wanita tua itu. Sesampainya di depan rumah itu, tak ada perasaan sedih atau bersalah padaku, bahkan aku sendiri sebenarnya jijik melihatnya. Dengan rasa tidak berdosa, aku memasuki rumah itu tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ku lihat rumah ini begitu berantakan. Aku tak menemukan sosok wanita tua di dalam rumah itu, entahlah dia ke mana, tapi justru aku merasa lega tak bertemu dengannya.

Bergegas aku keluar dan bertemu dengan salah satu tetangga rumahku. “Akhirnya kau datang juga. Ibu mu telah meninggal dunia seminggu yang lalu”

“OH…”

Hanya perkataan itu yang bisa keluar dari mulutku. Sedikit pun tak ada rasa sedih di hatiku yang kurasakan saat mendengar ibuku telah meninggal. “Ini, sebelum meninggal, Ibumu memberikan surat ini untukmu”

Setelah menyerahkan surat ia segera bergegas pergi. Ku buka lembar surat yang sudah kucal itu.

Untuk anakku yang sangat Aku cintai,
Anakku yang kucintai aku tahu kau sangat membenciku. Tapi Ibu senang sekali waktu mendengar kabar bahwa akan ada reuni disekolahmu.
Aku berharap agar aku bisa melihatmu sekali lagi. karena aku yakin kau akan datang ke acara Reuni tersebut.
Sejujurnya ibu sangat merindukanmu, teramat dalam sehingga setiap malam Aku hanya bisa menangis sambil memandangi fotomu satu-satunya yang ibu punya.Ibu tak pernah lupa untuk mendoakan kebahagiaanmu, agar kau bisa sukses dan melihat dunia luas.
Asal kau tau saja anakku tersayang, sejujurnya mata yang kau pakai untuk melihat dunia luas itu salah satunya adalah mataku yang selalu membuatmu malu.
Mataku yang kuberikan padamu waktu kau kecil. Waktu itu kau dan Ayah mu mengalami kecelakaan yang hebat, tetapi Ayahmu meninggal, sedangkan mata kananmu mengalami kebutaan. Aku tak tega anak tersayangku ini hidup dan tumbuh dengan mata yang cacat maka aku berikan satu mataku ini untukmu.
Sekarang aku bangga padamu karena kau bisa meraih apa yang kau inginkan dan cita-citakan.
Dan akupun sangat bahagia bisa melihat dunia luas dengan mataku yang aku berikan untukmu.
Saat aku menulis surat ini, aku masih berharap bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya, Tapi aku rasa itu tidak mungkin, karena aku yakin maut sudah di depan mataku.
Peluk cium dari Ibumu tercinta

Bak petir di siang bolong yang menghantam seluruh saraf-sarafku, Aku terdiam! Baru kusadari bahwa yang membuatku malu sebenarnya bukan ibuku, tetapi diriku sendiri....

SeMoga aja anak2 kita kelak tidak seperti tokoh yg ada dalam crita ini y bunda.

kisah ispiratif dan motivasi

Seorang guru sufi mendatangi seorang muridnya ketika wajahnya
belakangan ini selalu tampak murung.

"Kenapa kau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di
dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu?" sang Guru bertanya.

"Guru, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk
tersenyum. Masalah datang seperti ta
k ada habis-habisnya," jawab sang
murid muda.

Sang Guru terkekeh. "Nak, ambil segelas air dan dua genggam garam.
Bawalah kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu."
Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan
gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana
yang diminta.

"Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu," kata
Sang Guru. "Setelah itu coba kau minum airnya sedikit."
Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air
asin.

"Bagaimana rasanya?" tanya Sang Guru.

"Asin, dan perutku jadi mual," jawab si murid dengan wajah yang masih
meringis.

Sang Guru terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis
keasinan.

"Sekarang kau ikut aku." Sang Guru membawa muridnya ke danau di dekat
tempat mereka. "Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau."
Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa
bicara. Rasa asin di mulutnya belum hilang. Ia ingin meludahkan rasa
asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah
di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

"Sekarang, coba kau minum air danau itu," kata Sang Guru sambil
mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir
danau.

Si murid menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan
membawanya ke mulutnya lalu meneguknya. Ketika air danau yang dingin
dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang Guru bertanya
kepadanya, "Bagaimana rasanya?"

"Segar, segar sekali," kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan
punggung tangannya. Tentu saja, danau ini berasal dari aliran sumber
air di atas sana. Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawah.
Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang
tersisa di mulutnya.

"Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?"

"Tidak sama sekali," kata si murid sambil mengambil air dan
meminumnya lagi. Sang Guru hanya tersenyum memperhatikannya,
membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

"Nak," kata Sang Guru setelah muridnya selesai minum. "Segala masalah
dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih.
Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus
kau alami sepanjang kehidupanmu itu sudah dikadar oleh Allah, sesuai
untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang
dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun
demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang
bebas dari penderitaan dan masalah."

Si murid terdiam, mendengarkan.

"Tapi Nak, rasa `asin' dari penderitaan yang dialami itu sangat
tergantung dari besarnya 'qalbu'(hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya
tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu
jadi sebesar danau."

Penyesalan Seorang Kakak Terhadap Adiknya


Tania dan Niki adalah kakak beradik.Jarak umur mereka lamanya 7 tahun.Tania sudah terbiasa dimanjakan oleh orang tuanya,sekarang dia menjadi tidak dimanjakan lagi karena kelahiran adiknya.Tania tidak terima.Ia ingin tetap dimanja seperti dulu.”kamu kan sekarang sudah besar,sudah kelas 6 lagi!masa mau dimanja terus sih?” itulah ucapan yang sering orangtuanya ucapkan.Tania kesal sekali.

Ia merasa orangtuanya itu tidak menyayangi dia lagi.Karena itu,sampai sekarang Tania selalu marah-marah pada Niki walaupun Niki hanya salah sedikit.Ia sering dimarahi orangtuanya,tapi itu lebih membuat dia merasa kalau orangtuanya itu tidak menyayanginya lagi.

Niki sekarang sudah berumur 4 tahun.Ia sangat senang jika melihat buku cerita. ia belum bisa membaca.Jadi,jika ingin membaca cerita,ia meminta mamanya untuk membaca cerita itu.Tania dan Niki tidur di kamar yang sama.Tempat tidur mereka dua tingkat.Dulu,sebelum ada Niki,Tania bisa tidur dimana saja.Di atas atau di bawah itu terserah Tania.Tetapi sekarang,ia harus mengikuti kemauan adiknya.

Pada suatu malam,saat mereka sudah berbaring di tempat tidur hp Tania berdering.Ternyata itu sms dari Dinda,teman karibnya.”Hai ... ,, kamu lagi apa ??” isi pesan itu.Lalu dengan cepat Tania membalas sms itu.”Kak,kata mama kan gak boleh sms’an kalau udah malam begini.” Kata Niki.Tania pun langsung memarahi adik nya itu.”Ih!! diam deh kamu !!! gak usah ikut campur !!!sudah cepat tidur !!” kata Tania sambil membentak.Niki pun langsung tidur.setelah 1 jam kemudian,Niki terbangun karena mendengar suara ketikan hp.Ternyata kakaknya itu masih sms’an.”Kak,kok lama sekali sih sms’an nya?ini kan sudah larut malam!”kata Niki “ihh !!!!!!! sudah kakak bilang kan kamu itu tidak usah ikut campur !!! diam saja deh !!!! besok kan libur jadi terserah aku!!!!” bentak Tania dengan kasar.”ya sudah deh kak,Niki tidur duluan ya!!selamat tidur kak!!”ucap Niki perlahan.

Keesokan harinya,mereka berangkat ke mall.”Ma,nanti kita ke toko buku ya!Niki mau membeli buku cerita princess... !!” pinta Niki kepada mamanya. “Iya sayang..” ucap mamahnya dengan lembut.”Ma,jangan ke toko buku donk!Tania mau nya ke timezone !!” kata Tania manja.”Ya sudah,kamu kan sudah besar,sudah punya hp sendiri,jadi main saja ke timezone sendiri !” Kata mamanya. “Papa temenin aku ya!”Kata Tania kepada papanya.”Papa kan mau menemani Niki,mama juga kan mau beli buah.”Kata papanya.Dengan muka cemberut Tania pun langsung lari tanpa pamit ke timezone.Setelah uang Tania habis,ia pun ke toko buku untuk mencari Niki dan papanya.Dia pun langsung meminta uang ke papanya.”Pa,minta uang lagi donk !!”pinta Tania “Minta uang lagi??tadi kan mama sama papa udah kasih 200.000 !! masa sudah habis sih?! Sudah !! jangan banyak main !! lebih baik kamu membeli buku seperti adikmu ini !!”kata papanya.”Papa kenapa sih?! Selalu beda-bedain aku sama Niki??Papa pilih kasih !!!”Kata Tania sambil marah-marah.Setelah selesai mereka pun pulang.

Pada malam itu saat Tania sudah berbaring di kasur,tiba-tiba Niki masuk sambil membawa buku ceritanya “Kak ...,lihat deh buku cerita Niki yang baru...!bagus kan?”kata Niki “Bilang aja kamu mau pamer !! buku jelek gitu di pamerin !!”kata Tania sambil membentak.Tiba-tiba hp Tania berdering,ternyata itu sms dari Dinda lagi...,ketika sedang asyiknya Tania sms’an lalu Niki meminta kakaknya itu untuk membacakan cerita.Lalu Tania membentak adiknya itu “Ih !! kamu gak liat apa kakak lagi sms’an !!! baca sendiri donk !! jangan minta di bacain aja !!”kata Tania sambil membentak.”Tapi kak,Niki belum bisa baca,tolong lah kak !! sekali saja .. !!” kata Niki “ihh !!!! kakak bilang TIDAK MAU berarti TIDAK !!!!!!!! “Tapi kakak janji ya mau bacakan cerita ini buat Niki !!”kata Niki “IYA !!!!! ya udah cepetan kamu tidur !!! ganggu kakak aja !!!!” kata Tania “ya udah deh kak Niki tidur duluan ya !!! selamat tidur ya kak !!!”kata Niki.Seminggu kemudian... ,, tapi buku cerita itu belum juga dibacakan oleh Tania.Padahal Tania waktu itu sudah berjanji.Niki terus menerus menanyakan kapan cerita itu akan di bacakan,,tapi Tania selalu menjawab “nanti”.
Pada hari itu ... , Niki hendak mengambil bonekanya yang jatuh dari lantai atas ke jalan raya,ketika ia hendak mengambil boneka itu ada mobil kencang,lalu ia pun tertabrak.Lalu Niki pun dibawa ke rumah sakit.Darah segar terus mengalir dari hidung dan mulutnya.
Tania yang waktu itu melihat kejadian adiknya tertabrak secara langsung sangat sedih ”mengapa waktu itu aku tidak menolong adiku?!padahal ia sudah meminta tolong kepadaku untuk mengambil boneka itu! mengapa ini semua harus terjadi ?! aku memang sangat bodoh !! Janjiku kepadanya juga belum aku tepati.Aku memang sangat bodohhhh !!!!!!!!!!!!!” gumamnya sambil menangis.

Lalu dokter pun keluar dan memberitakan bahwa Niki sudah tidak ada.Orangtua Tania dan Tania pun sangat syok.Karena mereka tidak menyangka Niki sudah tidak ada.Tania sangat menyesal karena selalu menyia-nyiakan kesempatan bersama adiknya itu.

Penyesalan Seorang Anak Terhadap Ibunya.


Semoga Pembaca Merasa Tersentuh Dengan Membaca Kisah ini Dan Sdar Betapa Pentingnya Kita Untuk Menghargai Jerih Payah Orang Tua Terhadap Anaknya.

sebuah kisah yang semoga bisa menginspirasi Anda untuk selalu menyayangi anggota keluarga Anda sepenuh hati.

Tak terasa waktu cepat sekali berlalu, seorang anak laki-laki bernama Tiros meluluskan pendidikannya di SMA, namun sayang pada saat kelulusannya dia tidak pernah menyertakan atau mengajak ibunya. Tiros merupakan satu-satunya anak yang dimiliki oleh ibu Suti, dan anugrah dari Tuhan yang sangat berharga bagi diri ibu Suti.

Ayah Titos meninggal dunia saat dia masih dalam kandungan, hanya Tiroslah yang menjadi tumpuan hidup ibunya sehingga dia kuat untuk menjalani hidup. Pada suatu saat Tiros berkata pada ibunya : “ Ibu, aku malu sama teman-temanku, mereka memiliki ibu yang sempurna secara fisik dan mereka bangga terhadap ibu mereka, tapi aku bu, mengapa aku memiliki ibu yang buta. Andai saja aku tau, aku dilahirkan oleh seorang ibu yang buta maka aku lebih memilih untuk tidak dilahirkan”

Mendengar kata-kata yang keluar dari mulutnya ibu Suti berkata :
“ Nak, ibu memang buta, tetapi walaupun kau malu dengan keadaan fisik yang ibu miliki, ibu tetap sayang padamu nak. Tirospun menjawab : “ Bu, semua teman-temanku selalu menghinaku, bahkan tidak ada satu perempuanpun yang suka padaku karena melihat fisik ibu yang tidak sempurna. Mereka takut jika kelak menikah denganku anak kami juga akan cacat, buta seperti ibu ”. Mendengar perkataan anaknya ibu Suti begitu terpukul dan menangis, namun demikian ibu Suti tetap sayang dengan anaknya Tiros dan tak henti-hentinya ibu itu berdo’a untuk anaknya.

Detik berganti menit, menit berganti jam, jam berganti hari, akhirnya Tiros menyelesaikan pendidikan S1 di Fakultas Teknik. Betapa bangganya hati ibu Suti mendengar anaknya akan diwisuda dan menjadi seorang Insinyur, tak sia-sia pengorbanan ibu Suti selama ini dengan berjualan di pasar untuk menyekolahkan Tiros, tak kenal lelah bu Suti berkerja walaupun dalam keadaan matanya yang buta. Sampailah saat yang ditunggu-tunggu, saat Tiros dan yang lainnya akan diwisuda. Teman-teman Tiros berserta orang tuanya dan keluarga berkumpul menantikan acara dimulai, tetapi ibu Suti sama sekali tidak diajak Tiros untuk menghadiri wisuda tersebut.

Akhirnya ibu Suti datang sendiri keacara tersebut, sesampainya ditempat Tiros akan diwisuda, betapa bahagianya hati sang ibu Suti mendengar nama anaknya dipanggil kedepan dengan nilai terbaik. Namun tidak Tiros, dia sangat malu terhadap teman-teman dan kekasihnya ketika mengetahui ibunya juga hadir di acara wisuda itu, acara yang seharusnya menurut Tiros membuatnya bahagia.

Pada saat itu, ibunya menekati Tiros sambil meraba-raba wajah anaknya, dan kekasih Tiros bertanya pada Tiros : “ Siapa perempuan buta itu ? Tiros tidak menjawab dan hanya diam membisu. Akhirnya ibu Suti berkata bahwa dia adalah ibunya Tiros, mendengar ibunya berkata demikian, Tiros akhirnya pulang sebelum acara selesai dan meninggalkan ibunya senidirian.
Setelah acara selesai akhirnya ibu Suti juga pulang kerumah tanpa anaknya Tiros. Namun siapa yang tau kapan ajal akan tiba, ketika hendak menyebrang jalan ibu Suti meninggal dunia. Hanya tas kecil dan sangat lusuh yang selalu dibawa kemanapun ibu Suti saat berpergian. Betapa terkejutnya Tiros ketika pihak rumah sakit mengabarkan bahwa beberapa menit yang lalu ibunya telah meninggal akibat kecelakaan. Dan petugas kepolisian memberikan tas yang dibawa ibunya pada saat menghadiri wisuda, Tiros hanya diam duduk menunggu ibunya yang masih dibersihkan dari sisa-sisa darah yang masih menempel di tubunya.

Pada saat menunggu jenazah ibunya, Tiros membuka tas kesayangan ibunya yang lusuh dan kumal itu. Disana terdapat foto ibunya ketika mengandung Tiros, pada saat Tiros masih bayi, dan betapa terkejutnya Tiros ketika membaca sepucuk surat yang begitu lusuh yang terdapat didalam tas ibunya. Tiros membaca surat tersebut, dan didalam surat itu tertulis :
“ Banjarmasin, 12 Oktober 1984, Anaku Tiros yang sangat kucintai, bayi mungilku yang sangat kusayangi, betapa kau sangat berharga dihati ibu nak. Walaupun kau buta dari lahir tetapi ibu sangat menyayangimu, kaulah anugrah terindah yang ibu muliki. Nak, ini adalah surat terakhir yang ibu tulis, karena besok ibu sudah tidak bisa lagi menuliskan kata-kata diatas kertas. Karena besok ibu akan mendonorkan kedua mata ibu untukmu nak, agar kelak kau dapat melihat dan menikmati indahnya dunia, anugrah yang diberikan Tuhan. Nak suatu saat jika ibu sudah tiada dan kau ingin melihat ibu, berkacalah nak, karena dimatamu ada ibu yang selalu menemanimu ”.

Akhirnya tanpa terasa air mata Tiros mengalir dan sudah terlambat bagi dirinya untuk membahagiakan ibunya. Tiros teringat dengan semua perbuatan yang ia lakukan terhadap ibunya, dia hanya duduk terdiam tersimpuh di depan kaki ibunya yang telah terbujur kaku. Semua telah terjadi dan kini ibunya telah pergi untuk selama-lamanya.

“dalam hal ini mengajarkan betapa besar kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya, tanpa mengharapkan balasan. Ibu selalu dengan ikhlas memberikan apapun yang dimilikinya termasuk jiwanya sendiri “.

cerita sedih menyayat hati

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang mana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.

“Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!”

Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai beliau kehabisan nafas. Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun sedangkan aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi.

Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…hasil yang begitu baik…”

Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.”

Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!”

Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.”

Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas. Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, ” Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana !”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?”

Dia menjawab, tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.”

Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20, Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku.

“Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!”

Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya.

“Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya.
“Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja di lokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiap waktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan…”

Ditengah kalimat itu ia berhenti. Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air mata mengalir deras turun ke wajahku. Tahun itu, adikku 23, Aku berusia 26.

Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kali suamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggal bersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau. Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun, mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikku tidak setuju juga, mengatakan, “Kak, jagalah mertuamu aja. Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini.”

Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkan adikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemen pemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut. Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.

Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untuk memperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik, dan masuk rumah sakit. Suamiku dan aku pergi menjenguknya. Melihat gips putih pada kakinya, saya menggerutu, “Mengapa kamu menolak menjadi manajer? Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yang berbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapa kamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?”

Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membela keputusannya. “Pikirkan kakak ipar — ia baru saja jadi direktur, dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu, berita seperti apa yang akan dikirimkan?”

Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluar kata-kataku yang sepatah-sepatah: “Tapi kamu kurang pendidikan juga karena aku!”

“Mengapa membicarakan masa lalu?” Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.

Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seorang gadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acara perayaan itu bertanya kepadanya, “Siapa yang paling kamu hormati dan kasihi?”

Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, “Kakakku.”

Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuah kisah yang bahkan tidak dapat kuingat.

“Ketika saya pergi sekolah SD, ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalan selama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah. Suatu hari, saya kehilangan satu dari sarung tanganku. Kakakku memberikan satu dari kepunyaannya. Ia hanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu. Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karena cuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejak hari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjaga kakakku dan baik kepadanya.”

Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamu memalingkan perhatiannya kepadaku. Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku, “Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku.”

Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depan kerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku seperti sungai.
Sebuah kisah membuat saya langsung menangis.



PEMBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.





Cerita ini bermula ketika saya masih kecil. Saya lahir sebagai seorang anak lelaki dalam sebuah keluarga sederhana. Makan minum serba kekurangan. Kami sering kelaparan. Adakalanya, selama beberapa hari kami terpaksa makan ikan asin satu keluarga. Sebagai anak yang masih kecil, saya sering merengut. Saya menangis, ingin nasi dan lauk yang banyak. Tapi ibu pintar berbohong. Ketika makan, ibu sering membagikan nasinya untuk saya. Sambil memindahkan nasi ke mangkuk saya, ibu berkata : ”Makanlah nak ibu tak lapar.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KEDUA





Ketika saya mulai besar, ibu yang gigih sering meluangkan watu senggangnya untuk pergi memancing di sungai sebelah rumah. Ibu berharap dari ikan hasil pancingan itu dapat memberikan sedikit makanan untuk membesarkan kami. Pulang dari memancing, ibu memasak ikan segar yang mengundang selera. Sewaktu saya memakan ikan itu, ibu duduk disamping kami dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang bekas sisa ikan yang saya makan tadi. Saya sedih melihat ibu seperti itu. Hati saya tersentuh lalu memberikan ikan yg belum saya makan kepada ibu. Tetapi ibu dengan cepat menolaknya. Ibu berkata : “Makanlah nak, ibu tak suka makan ikan.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KETIGA.





Di awal remaja, saya masuk sekolah menengah. Ibu biasa membuat kue untuk dijual sebagai tambahan uang saku saya dan abang. Suatu saat, pada dinihari lebih kurang pukul 1.30 pagi saya terjaga dari tidur. Saya melihat ibu membuat kue dengan ditemani lilin di hadapannya. Beberapa kali saya melihat kepala ibu terangguk karena ngantuk. Saya berkata : “Ibu, tidurlah, esok pagi ibu kan pergi ke kebun pula.” Ibu tersenyum dan berkata : “Cepatlah tidur nak, ibu belum ngantuk.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.





Di akhir masa ujian sekolah saya, ibu tidak pergi berjualan kue seperti biasa supaya dapat menemani saya pergi ke sekolah untuk turut menyemangati. Ketika hari sudah siang, terik panas matahari mulai menyinari, ibu terus sabar menunggu saya di luar. Ibu seringkali saja tersenyum dan mulutnya komat-kamit berdoa kepada Illahi agar saya lulus ujian dengan cemerlang. Ketika lonceng berbunyi menandakan ujian sudah selesai, ibu dengan segera menyambut saya dan menuangkan kopi yang sudah disiapkan dalam botol yang dibawanya. Kopi yang kental itu tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang ibu yang jauh lebih kental. Melihat tubuh ibu yang dibasahi peluh, saya segera memberikan cawan saya itu kepada ibu dan menyuruhnya minum. Tapi ibu cepat-cepat menolaknya dan berkata : “Minumlah nak, ibu tak haus!!”



PEMBOHONGAN IBU YANG KELIMA.





Setelah ayah meninggal karena sakit, selepas saya baru beberapa bulan dilahirkan, ibulah yang mengambil tugas sebagai ayah kepada kami sekeluarga. Ibu bekerja memetik cengkeh di kebun, membuat sapu lidi dan menjual kue-kue agar kami tidak kelaparan. Tapi apalah daya seorang ibu. Kehidupan keluarga kami semakin susah dan susah. Melihat keadaan keluarga yang semakin parah, seorang tetangga yang baik hati dan tinggal bersebelahan dengan kami, datang untuk membantu ibu. Anehnya, ibu menolak bantuan itu. Para tetangga sering kali menasihati ibu supaya menikah lagi agar ada seorang lelaki yang menjaga dan mencarikan nafkah untuk kami sekeluarga. Tetapi ibu yang keras hatinya tidak mengindahkan nasihat mereka. Ibu berkata : “Saya tidak perlu cinta dan saya tidak perlu laki-laki.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KEENAM.





Setelah kakak-kakak saya tamat sekolah dan mulai bekerja, ibu pun sudah tua. Kakak-kakak saya menyuruh ibu supaya istirahat saja di rumah. Tidak lagi bersusah payah untuk mencari uang. Tetapi ibu tidak mau. Ibu rela pergi ke pasar setiap pagi menjual sedikit sayur untuk memenuhi keperluan hidupnya. Kakak dan abang yang bekerja jauh di kota besar sering mengirimkan uang untuk membantu memenuhi keperluan ibu, pun begitu ibu tetap berkeras tidak mau menerima uang tersebut. Malah ibu mengirim balik uang itu, dan ibu berkata : “Jangan susah-susah, ibu ada uang.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.





Setelah lulus kuliah, saya melanjutkan lagi untuk mengejar gelar sarjana di luar Negeri. Kebutuhan saya di sana dibiayai sepenuhnya oleh sebuah perusahaan besar. Gelar sarjana itu saya sudahi dengan cemerlang, kemudian saya pun bekerja dengan perusahaan yang telah membiayai sekolah saya di luar negeri. Dengan gaji yang agak lumayan, saya berniat membawa ibu untuk menikmati penghujung hidupnya bersama saya di luar negara. Menurut hemat saya, ibu sudah puas bersusah payah untuk kami. Hampir seluruh hidupnya habis dengan penderitaan, pantaslah kalau hari-hari tuanya ibu habiskan dengan keceriaan dan keindahan pula. Tetapi ibu yang baik hati, menolak ajakan saya. Ibu tidak mau menyusahkan anaknya ini dengan berkata ; “Tak usahlah nak, ibu tak bisa tinggal di negara orang.”



PEMBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN .





Beberapa tahun berlalu, ibu semakin tua. Suatu malam saya menerima berita ibu diserang penyakit kanker di leher, yang akarnya telah menjalar kemana-mana. Ibu mesti dioperasi secepat mungkin. Saya yang ketika itu berada jauh diseberang samudera segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Saya melihat ibu terbaring lemah di rumah sakit, setelah menjalani pembedahan. Ibu yang kelihatan sangat tua, menatap wajah saya dengan penuh kerinduan. Ibu menghadiahkan saya sebuah senyuman biarpun agak kaku karena terpaksa menahan sakit yang menjalari setiap inci tubuhnya. Saya dapat melihat dengan jelas betapa kejamnya penyakit itu telah menggerogoti tubuh ibu, sehingga ibu menjadi terlalu lemah dan kurus. Saya menatap wajah ibu sambil berlinangan air mata. Saya cium tangan ibu kemudian saya kecup pula pipi dan dahinya. Di saat itu hati saya terlalu pedih, sakit sekali melihat ibu dalam keadaan seperti ini. Tetapi ibu tetap tersenyum dan berkata : “Jangan menangis nak, ibu tak sakit.”





Setelah mengucapkan pembohongan yang kedelapan itu, ibunda tercinta menutup matanya untuk terakhir kali.



Anda beruntung karena masih mempunyai ibu dan ayah. Anda boleh memeluk dan menciumnya. Kalau ibu anda jauh dari mata, anda boleh menelponnya sekarang, dan berkata, ‘Ibu,saya sayang ibu.’ Tapi tidak saya, hingga kini saya diburu rasa bersalah yang amat sangat karena biarpun saya mengasihi ibu lebih dari segala-galanya, tapi tidak pernah sekalipun saya membisikkan kata-kata itu ke telinga ibu, sampailah saat ibu menghembuskan nafasnya yang terakhir.

Ibu, maafkan saya. Saya sayang ibu…..

i lope mom...

Selasa, 24 Juni 2014

PUISI SEDIH

 "TELAGA AIR MATA"

"Semua Indah Pada Waktunya"
Kalimat sederhana penuh makna,
yang membawa kita pada suatu konsep kehidupan,
yakni "Penantian"

& adalah kata yang sangat memilukan,
ketika apa yang kita nantikan berbuah lain.

Lalu haruskah penantian itu,
berakhir begitu saja??

Adakah kita tahu kapan mentari
akan berhenti menyinari bumi?
"suatu hal yang tidak mungkin tentunya"
& bagaimana dengan ungkapan
"Tak ada yang mustahil bagi Tuhan?"

Beralih pada konsep yang lain,
bahwa diam _pun sangat bermakna
ketika mulut tak mampu lagi berkata-kata.

Apakah salah jika aku berkata
"Hidup adalah misteri?"

Aku pernah perhatikan sebuah batu,
yang berada tepat di bawah rintikan hujan.
Batu itu kuat & kokoh....
Tapi, kenyataannya bahwa semakin hari,
batu itu semakin cekung oleh karna
rintikan hujan.

Apakah kita mampu mengalahkan kekuatan
batu yang kokoh tersebut?
Yang akan tetap tegar walau masalah datang silih berganti?

Seseorang pernah berkata kepada ku
"Jangan menangis, hidup ini tak layak untuk ditangisi"
& itu adalah kata penghiburan
yang sangat indah.
Tapi, aku tak mampu melakukannya.

Lalu, dari kesemuanya itu....
aku membuat konsep yang lain,
yang mungkin tidak dimengerti
"TUHAN ciptakan sebuah telaga indah
pada setiap kita"
yang kita miliki dalam segala keadaan,

& aku menamakannya 
"TELAGA AIR MATA"

Kenapa?????????
Bukan hanya ketika sedih kita
menitiskan air mata,
tapi ketika bahagia _pun kita
akan wujudkan dengan air mata,

bahkan tidak sedikit diantara kita yang
menyatakan kemarahan dengan air mata.

Menangislah...........
ketika anda tahu itu adalah waktu yang tepat.

akulah 'telaga air mata'

KISAH MENGHARUKAN SEORANG AYAH YANG PEDULI DENGAN KELUARGANYA

KISAH MENGHARUKAN SEORANG AYAH YANG PEDULI DENGAN KELUARGANYA

“Karena hujan yg tidak kunjung berhenti, akhirnya saya memutuskan menerobos hujan, karena hari sudah malam…

Dan sampai di Cikini, perut udah ga bisa diajak kompromi, akhirnya saya memutuskan mampir di warung nasi tenda dipinggir jalan..

lagi asik asiknya menikmati pecel lele, masuklah seorang bapak, dg istri & 2 anaknya..
Yg menarik
adalah kendaraan mereka adalah gerobak dorong..
Lalu bapak ini memesan 2 piring nasi & ayam goreng utk istri & anaknya.

Pertamanya sih ga ada yg menarik, tetapi ketika saya selesai makan, ada yg menarik hati saya..Ternyata, yg menikmati makanan itu hanya istri dan anaknya. Sedangkan sang bapak hanya melihat istri & anaknya menikmati makanan ini.

Sesekali saya melihat anak ini tertawa senang sekali,& sangat menikmati ayam goreng yg dipesan oleh bapaknya..
Saya perhatikan, wajah sang bapak, walau tampak kelelahan terlihat senyum bahagia di wajahnya..

Lalu saya mendengar dia berkata..
” makan yg puas Nak, toh..hari ini tanggal kelahiranmu..”
Saya terharu mendengarnya..Langsung terenyuh hati ini.
seorang bapak, dgn keterbatasannya, sebagai (mungkin) pemulung.. memberi ayam goreng warung tenda dipinggir jalan , untuk hadiah anaknya..
Hampir mau menangis rasanya saya diwarung itu..

Segera sebelum air mata ini tumpah, saya berdiri,& membayar makanan saya,& juga dengan pelan pelan saya bilang sama penjaga warung…
“mas, tagihan bapak itu, saya yg bayar..dan tolong tambahin ayam goreng dan tahu tempe” Lalu lekas lekas saya pergi.

kisah ini kutulis, untuk bahan perenungan.. Bahwa Tuhan sudah memberikan yg terbaik untuk saya saat ini…, kita biasa makan di S*shi-Tei, Kent*cky, Mc D*nald, H*ka H*ka Bent*, Pizza H*t dsb…
Tetapi bagi org disekitar kita, pecel lele dipinggir jalan, adalah makanan mewah buat dia….

Sungguh tak pantas bagi saya untuk mengeluh …
Rasa syukur akan mengantarkan rasa bahagia

kisah seorang kakek penjual amplop

kisah seorang kakek penjual amplop...



Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa. Mari kita simak kisah “Kakek Penjual Amplop di ITB”.

Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Kakek cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: “Kakek-Kakek tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap….”.

Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini. Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata. Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amiin.

Senin, 23 Juni 2014

Sandaran masa depan

Sandaran masa depan Alkisah, ada seorang anak yang bertanya pada ibunya, “Ibu, temanku tadi cerita kalau ibunya selalu membiarkan tangannya sendiri digigit nyamuk sampai nyamuk itu kenyang supaya ia tak menggigit temanku. Apa ibu juga akan berbuat yang sama?” Sang ibu tertawa dan menjawab terus terang,

“Tidak. Tapi, Ibu akan mengejar setiap nyamuk sepanjang malam supaya tidak sempat menggigit kamu atau keluarga kita.” Mendengar jawaban itu, si anak tersenyum dan kembali meneruskan kegiatan bermainnya. Tak berapa lama kemudian, si anak kembali berpaling pada ibunya.

Ternyata mendadak ia teringat sesuatu. “Terus Bu, aku waktu itu pernah dengar cerita ada ibu yang rela tidak makan supaya anak-anaknya bisa makan kenyang. Kalau ibu bagaimana?” Anak itu mengajukan pertanyaan yang hampir sama.

Kali ini sang Ibu menjawab dengan suara lebih tegas, “Ibu akan bekerja keras agar kita semua bisa makan sampai kenyang. Jadi, kamu tidak harus sulit menelan karena melihat ibumu menahan lapar.” Si anak kembali tersenyum, dan lalu memeluk ibunya dengan penuh sayang. “Makasih, Ibu. Aku bisa selalu bersandar pada Ibu.” Sembari mengusap-usap rambut anaknya, sang Ibu membalas, “Tidak, Nak! Tapi Ibu akan mendidikmu supaya bisa berdiri kokoh di atas kakimu sendiri, agar kamu nantinya tidak sampai jatuh tersungkur ketika Ibu sudah tidak ada lagi di sisimu. Karena tidak selamanya ibu bisa mendampingimu

.” Ada berapa banyak orangtua di antara kita yang sering kali merasa rela berkorban diri demi sang buah hati? Tidak sadarkah kita bahwa sikap seperti itu bisa menumpulkan mental pemberani si anak?

Jadi, adalah bijak bila semua orangtua tidak hanya menjadikan dirinya tempat bersandar bagi buah hati mereka, melainkan juga membuat sandaran itu tidak lagi diperlukan di kemudian hari. Adalah bijak jika para orangtua membentuk anak-anaknya sebagai pribadi mandiri kelak di saat orangtua itu sendiri tidak bisa lagi mendampingi anak-anaknya di dunia.

Dia Adalah Kakak Terbaik

Dia Adalah Kakak Terbaik 

Anya membuka pintu kamarnya, kemudian segera berjalan ke depan pintu kamar Axel. Anya menatapnya dengan kesal, kemudian memukul pintu itu dengan keras sampai tangannya sendiri terasa sakit. “Axel! Bisa kecilkan musiknya?! Aku lagi belajar!” teriak Anya dari depan pintu kamar kakaknya itu. Beberapa detik kemudian suara musik yang sangat berisik itu mati, Axel muncul di balik pintu dengan wajah masam. “Kalau memang tidak suka dengan musik, silahkan belajar di bawah saja,” katanya tanpa rasa bersalah. 

Anya menatapnya semakin kesal, kemudian tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia segera berbalik dan kembali masuk ke dalam kamar. — “Kakakmu mana?” tanya Ayah yang sedang mengoles selai pada rotinya pagi itu. Anya mengangkat bahunya. “Mungkin masih tidur, Yah,” jawab Anya lalu segera duduk. Ayah mendengus sebentar, dia segera berdiri dari tempat duduknya dan bergerak menuju kamar Axel. 

Dan beberapa menit kemudian suara teriakan Ayah terdengar sampai ke ruang makan saking kerasnya. Anya seketika kehilangan selera makannya. Selalu saja pagi yang seperti ini. Selalu saja Axel membuat hari-harinya menjadi terasa tidak enak. Anya segera berdiri dari tempatnya dan berpamitan pada Ibu. Ibu sampai heran melihatnya karena Anya bahkan belum memakan rotinya. Anya keluar rumah dengan malas. Axel itu selalu saja membuat masalah. Tidak pernah berpikir sehari pun untuk merubah sikapnya yang membuat semua orang benci. 

Anya tidak tahu apa yang membuat Axel menjadi seperti itu, yang dia tahu dulu Axel adalah kakak yang baik untuk Anya. Dulu Anya selalu bermain bersama Axel saat kecil. Anya sampai merindukan saat-saat itu jika mengingatnya, dan sedetik kemudian kembali kesal jika teringat dengan Axel yang sekarang. Axel tumbuh menjadi anak yang bersikap dingin, dia suka menutup diri dari orang-orang sekitarnya. Axel terbilang labil untuk usia sembilan belas tahun. Dia seperti anak yang kesepian. Axel dan Anya kuliah dalam satu kampus yang sama, juga dalam angkatan yang sama meski berbeda jurusan. Axel tidak naik kelas satu tahun karena kebodohannya saat di kelas lima SD. 

Anya masih ingat betul, saat itu adalah saat dimana Axel mulai berubah menjadi seperti sekarang. Anya tidak tahu kenapa. Bahkan dosen di kampus sering membanding-bandingkan Axel dan Anya. Katanya, mereka berdua seperti dua elemen yang saling bertolak belakang. Axel anak yang pendiam, bersikap dingin, mudah emosi, dan bodoh dalam semua pelajaran. Sedangkan Anya adalah anak yang pintar, dia selalu ceria dan tersenyum pada semua orang. Wajar saja semua laki-laki di kampus dibuat terpesona oleh Anya yang juga memiliki wajah cantik. Di kampus, Axel masih saja membuat Anya kesal padanya. Axel pernah menghajar empat orang teman laki-laki Anya dengan alasan karena mereka bersikap tidak sopan pada Anya. Dan akibat ulah Axel itu, mereka menjauhi Anya karena takut pada Axel yang sudah terkenal sebagai preman kampus. 

Anya tidak tahu entah sampai kapan Axel akan terus merusak hari-harinya. Dia segera mempercepat langkahnya menuju kelas. Axel terbangun dengan perasaan yang campur aduk begitu mendengar suara Ayah meneriakinya dari luar kamar. Axel berjalan dengan malas dan membuka pintu kamarnya. Ayah berdiri dengan wajah yang tidak enak dilihat. “Ada apa?” tanya Axel datar, kemudian menggaruk-garuk belakang kepalanya. “Ada apa ada apa! Kamu ini kerjaannya cuma tidur saja! Kenapa adik kamu belum pulang juga?!” bentak Ayah dengan keras. Axel melirik jam di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul empat sore, biasanya Anya sudah berada di rumah jam tiga sore. “Mana aku tahu. Mungkin di rumah temannya,” kata Axel. Mata Ayah seketika membelalak marah, kemudian segera menyuruh Axel untuk mencari Anya. Axel kembali masuk ke dalam kamarnya dengan kesal untuk mengambil jaket. Selalu saja seperti ini, Ayah selalu membuat Axel terbebani dengan Adiknya. Ayah selalu menganggap Anya sebagai anak kecil yang harus selalu dijaga ke mana pun dia pergi. 

Axel memandang sekeliling kampus yang telah sepi saat sampai di sana, lalu sedetik kemudian mendapati salah seorang teman sekelas Anya sedang melintasi koridor. Axel segera menghampiri dan menanyakan Anya padanya. Laki-laki bernama Dodi itu mengatakan bahwa Anya pergi bersama Reno dan beberapa orang lainnya ke sebuah kafe. Axel bergegas mengambil motornya dan meluncur menuju kafe yang dimaksud Dodi. Reno bukanlah pria baik-baik, Axel tahu betul kebusukannya. Axel tidak mau Anya menjadi korban Reno selanjutnya. Dan benar saja, Axel mendapati Anya sedang duduk dan tertawa bersama sekumpulan laki-laki, Reno juga ada di sana. Axel segera menghampiri Anya dan menarik tangan gadis mungil itu. Anya sempat memberontak sebentar, namun Axel tetap membawanya keluar. 

Ayah dan Ibu sedang duduk di ruang keluarga saat Axel dan Anya sampai di rumah. Axel segera melaporkan pada Ayah bahwa Anya pergi ke kafe bersama beberapa laki-laki. Dan sedetik kemudian sebuah tamparan keras bersarang di pipi kiri Axel, saking kerasnya tamparan itu membuat Axel terhuyung ke belakang. Anya mendekap mulutnya melihat itu. “Kamu bisa-bisanya membiarkan Adik kamu pergi sama laki-laki yang tidak jelas asal usulnya?! Kakak macam apa kamu ini!” bentak Ayah dengan nada tinggi. “Kalau sampai Adik kamu kenapa-kenapa bagaimana?!” Selalu seperti ini, selalu Axel yang disalahkan atas apa yang Anya lakukan. Axel hanya menundukkan wajahnya. Dia tidak ingin melawan pada Ayahnya. Sama seperti hari-hari sebelumnya. Axel memilih untuk masuk ke kamarnya, dia melewati Anya yang menatapnya dengan perasaan bersalah. Anya duduk termenung di samping jendela mengingat-ingat kejadian tadi sore. Dia sadar Axel selalu disalahkan atas apa yang bukan kesalahannya. Ayah selalu menyalahkan Axel atas apa yang Anya lakukan. Anya melirik luka kecil di lututnya. Sebuah luka yang dia dapat saat terjatuh dari sepeda waktu usianya masih sepuluh tahun. Dia teringat bagaimana Ayah menghajar Axel dulu saat tahu Anya terjatuh dari sepeda dan mendapat luka itu. 

Ibu membuka pintu kamar Anya, kemudian mengajak Anya makan malam. Anya segera keluar kamar dan menuju meja makan bersama Ibu. Ayah telah menunggu di sana, namun Anya tidak menemukan Axel ada di ruang makan. Sesaat kemudian memilih untuk tidak ambil pusing dan segera duduk di tempat duduknya. Ayah menanyakan Axel pada Ibu, dan Ibu hanya menggelengkan kepalanya sebagai jawaban. Ayah segera berdiri dari tempat duduknya dan bergerak menuju kamar Axel. Anya sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ayah memukul-mukul pintu kamar Axel dengan keras, mengalahkan kerasnya suara musik yang dinyalakan Axel saat itu. Axel membuka pintunya dan mendapati mata Ayah membelalak menatapnya. “Apa lagi?” tanya Axel datar. “Makan malam! Apa Ayah harus selalu mengingatkan kamu untuk makan malam bersama?!” kata Ayah ketus. “Aku tidak pernah minta untuk ikut makan bersama kalian,” jawab Axel yang kemudian berjalan melewati Ayah begitu saja. 

Axel duduk di tempat duduknya dengan perasaan serba salah. Semua orang bersikap seperti keluarga kecil yang bahagia. Dia sama sekali tidak melirik pada Adiknya yang dari tadi memandanginya dengan wajah kasihan. “Bagaimana sekolahnya Anya?” tanya Ayah di tengah makan malam. “Baik, Yah. Nilai-nilai aku juga tidak ada yang jelek,” jawab Anya bangga, membuat Ayah melirik Axel dengan masam. Axel merasakan tatapan Ayah yang tidak mengenakan itu. Kerja bagus Anya, membuat Ayah akan kembali membanding-bandingkan Axel dengan Adiknya. “Pertahankan terus nilai kamu,” kata Ayah lagi. “Jangan sampai merosot seperti nilai Kakakmu.” Axel mendengus sebal, kemudian memilih untuk menyudahi makannya dan meninggalkan meja makan. “Heh anak bandel! Mau kemana kamu?!” teriak Ayah geram. “WC,” jawab Axel beralasan, dia segera masuk ke kamarnya. Axel membanting pintu kamarnya hingga tertutup dengan keras. Dia menyalakan musik dengan volume sangat tinggi, kemudian mulai melampiaskan emosinya pada benda-benda di sekitarnya. Dia menghajar tembok kamarnya beberapa kali sampai akhirnya terduduk kelelahan. Ayah tidak pernah bersikap adil padanya, selalu saja membanding-bandingkan Anya dengan dirinya. Anya jelas jauh lebih sempurna daripada Axel yang penuh dengan kekurangan. Axel merasa menyesal karena harus dilahirkan.

 — Axel menggonta-ganti channel TV malam itu. Dia tidak dapat tidur karena bibirnya yang robek akibat tamparan Ayah. Axel merasakan mulutnya berdenyut jika dia berbaring. Sesaat kemudian Anya datang dan duduk di sampingnya. Axel tidak melirik pada Anya seakan-akan tidak menyadari kehadiran Anya. “Aku mau minta maaf soal tadi sore. Gara-gara aku…” “Tidak perlu merasa bersalah,” potong Axel cepat. “Lagi pula bukankah sejak kecil selalu seperti itu? Aku selalu disalahkan atas perbuatan yang bukan salahku,” kata Axel lagi. Anya diam, kemudian menundukkan wajahnya. “Aku akan jelaskan sama Ayah dan Ibu soal itu,” kata Anya pelan. “Lalu? Apa itu akan mengubah keadaan yang udah terjadi?” tanya Axel dingin. “Keadaan seperti itu sudah terjadi sejak aku kecil. Jadi tidak perlu bersikap seolah-olah peduli padaku.” Anya kembali diam. Axel juga diam. Beberapa menit kemudian Axel berdiri dari tempat duduknya dan melangkah pergi dari ruang keluarga. 

— Axel baru saja akan pulang saat mendapati salah satu teman sekelas Anya berlari tergopoh-gopoh menghampirinya. Axel menatapnya heran. “Axel, aku lihat Anya…” katanya dengan terengah-engah. “Dibawa masuk ke dalam mobil Reno. Mereka mau bawa Anya ke rumah Reno.” Axel bagai tersambar petir mendengar itu, dia segera berlari secepat mungkin menuju parkiran kampus dan mengambil motornya. Axel tahu apa yang akan dilakukan Reno pada Adiknya, dan untungnya Axel tahu persis rumah Reno dimana. Axel langsung meloncati pagar rumah Reno dan menerobos masuk begitu saja saat dia sampai di sana. Axel mendapati beberapa teman Reno sedang memegangi tangan Anya dan Reno memaksa Anya untuk meminum minuman beralkohol. Axel langsung kalap melihat itu, dia menghajar Reno dan enam orang temannya secara membabi buta. Anya terkejut melihat kehadiran kakaknya, sekaligus bersyukur karena kakaknya datang tepat waktu. Reno dan keenam temannya ternyata belum cukup untuk menghadapi Axel yang terkenal pintar berkelahi. Satu per satu dari mereka merasakan pukulan Axel. 

Reno menyadari keadaan yang tidak bagus, maka dia segera mengambil pemukul baseball yang ada di sudut ruangan. Reno memperhatikan Axel yang sedang melayani satu per satu musuh-musuhnya. Dan ketika melihat keadaan Axel yang mulai terdesak, Reno segera memukul kepala Axel dari belakang. Anya mendekap mulutnya melihat itu. Axel tumbang, dan tidak ada ampun lagi dari mereka yang langsung membabi buta menginjak-injak tubuh Axel yang sudah tidak berdaya. Reno bahkan tidak berhenti memukuli tubuh Axel dengan pemukul baseball di tangannya. Anya tidak akan diam saja melihat itu, dia segera berlari ke luar rumah dan meminta tolong pada orang-orang yang ada di sekitar itu. Akhirnya beberapa warga berdatangan dan masuk ke dalam. Reno dan teman-temannya tampak terkejut melihat warga yang tampak marah itu. Axel yang pingsan segera ditolong warga dan dibawa ke rumah sakit. Anya menangis melihat keadaan Kakaknya itu. — Jam di dinding ruang perawatan Axel menunjukkan pukul delapan malam, namun Axel belum juga siuman. 

Anya menatap wajah kakaknya dengan hampa. Dia tidak pernah membayangkan Axel yang dikenalnya sangat keras, sekarang terbaring lemah di atas ranjang. Ayah dan Ibu juga tampak sedih melihat keadaan Axel, Ibu bahkan belum berhenti mengeluarkan air matanya. Beberapa jam kemudian Axel membuka matanya perlahan, kepalanya terasa berdenyut hebat. Cahaya lampu kamar seakan-akan menerobos masuk ke dalam matanya. Axel menoleh perlahan ke sampingnya, kemudian mendapati Anya sedang tertidur sambil menggenggam tangan kanan Axel. Axel mencoba menggerakkan tangannya perlahan, bermaksud untuk melepas genggaman Anya. Namun ternyata justru membuat Anya terbangun dari tidurnya. Wajah Anya tampak gembira melihat Axel siuman, dia segera membangunkan Ayah dan Ibu yang sedang tidur di sudut ruangan. Keduanya pun tampak bahagia melihat Axel. “Kak, kakak pasti tidak tahu bagaimana aku senangnya ngeliat kakak bangun,” kata Anya lembut sambil tersenyum. Ibu mengusap rambut Axel, kemudian mencium keningnya. 

Axel sangat merindukan saat seperti ini. Saat-saat yang tidak pernah dia rasakan lagi sejak sembilan tahun yang lalu. Ibu bukannya tidak peduli pada Axel, hanya saja tidak ada yang bisa dilakukannya untuk menghadapi sikap Ayah yang begitu keras pada Axel. Ayah memandangi Axel dengan lembut. Axel bahkan tidak percaya Ayah menatapnya seperti itu. Ayah mengatakan betapa dia sangat menyayangi Axel, dia juga meminta maaf telah bersikap keras pada Axel selama ini. Axel tersenyum lemah, akhirnya dia mendengar apa yang ingin didengarnya dari Ayah selama ini. Ayah yang sangat disayanginya. Axel memejamkan matanya perlahan, air mata keluar dari sudut-sudut matanya. Axel merasakan kebahagiaan, dia bahkan rela jika harus mati sekarang karena sudah merasakan kebahagiaan seperti ini. 

Dan seakan-akan apa yang dipikirkan Axel benar-benar menjadi kenyataan karena beberapa menit setelah memejamkan matanya, Axel merasakan kepalanya berdenyut hebat. Axel berusaha menyembunyikan rasa sakit itu hingga akhirnya monitor di samping ranjang Axel menunjukkan garis lurus. Anya segera berlari keluar ruangan untuk mencari dokter. Axel meninggal, dokter tidak bisa melakukan apa-apa lagi. Dokter mengatakan gegar otak yang diderita Axel kambuh karena menerima pukulan benda tumpul yang sangat keras. Ayah, Ibu dan juga Anya terkejut mendengar itu. Mereka tidak pernah tahu bahwa Axel penderita gegar otak. Dokter bahkan sampai tidak percaya begitu mengetahui tidak ada satu pun dari mereka yang tahu soal ini. Axel memang tidak pernah menceritakan apa pun pada keluarganya. Axel memeriksakan diri pada dokter saat dia berusia lima belas tahun. Dokter memvonis Axel sebagai penderita gegar otak berat. Axel tidak tahu penyebabnya apa. Mungkin karena Ayah yang sering memukul kepalanya jika Axel melakukan kesalahan. Seakan semua kesedihan itu belum cukup, Ayah menemukan sebuah surat di kamar Axel. Sebuah surat keterangan yang menjelaskan bahwa Axel juga menderita depresansia, sebuah penyakit mental yang disebabkan akibat ketergantungan pada obat penenang. Depresansia menyebabkan perubahan pada pola pikir penderitanya, suasana perasaan, dan juga kesadaran atau perilaku penderitanya. Axel ternyata memakai obat penenang selama ini, Ayah tidak pernah tahu. 

Axel menderita dengan perlakuan Ayahnya sampai harus menggunakan obat seperti itu. Itulah sebabnya sikap Axel berubah, dia menjauh dari orang-orang di sekitarnya. Nilai-nilainya juga selalu jelek karena pola pikirnya yang sangat lambat akibat depresansia yang dideritanya. Selama ini kedua orangtuanya berpikir bahwa Axel adalah anak yang bodoh. Anya menatap pusara Axel dengan tatapan kosong. Dia tidak lagi menangis, Anya sudah lelah menangis. Air matanya pun nyaris habis. Tidak pernah terbayangkan olehnya Axel akan pergi dengan cara seperti ini. 

Anya menyesal atas semua yang diterima Axel akibat dirinya. Dia masih tidak percaya bahwa Axel menderita gegar otak. Axel terlihat tegar dari luar namun ternyata menyimpan beban yang begitu berat. Saat itulah seharusnya Anya membantu Axel. Dia mulai menyalahkan dirinya karena tidak mau mendengarkan Axel agar jangan bergaul dengan Reno. 

Anya bahkan belum sempat mengucapkan selamat tinggal pada Axel. Tidak akan ada lagi Axel yang selalu menjaganya. Tidak ada lagi Axel yang bisa memarahinya jika bergaul sembarangan. Tidak akan ada lagi yang akan memutar musik dengan volume keras. Tidak akan ada lagi Axel yang sering duduk di jendela sambil memainkan gitar. Anya berusaha mengikhlaskan kepergian Axel meski terasa berat. Axel sudah tenang di alam sana. Anya tahu Axel pasti tidak akan mau melihat Anya menangisi kepergian Axel. 

Anya berjongkok di samping makam Axel, kemudian meletakkan setangkai mawar putih di atasnya. Axel akan selalu menjadi sosok laki-laki nomor satu di hatinya. Sosok yang tidak akan pernah tergantikan oleh siapa pun. Dia sangat menyayangi Axel meski tidak pernah mengatakannya. Anya mencium telapak tangan kanannya, kemudian menempelkan tangannya di atas makam Axel. “Selamat jalan, Brother,” kata Anya lemah, kemudian tersenyum pedih.

Senin, 16 Juni 2014

kenangan kita

Kini cinta kita tinggal kenangan 
Tersembunyi diantara helai demi helai album itu 
Kini kurindukan kehangatan 
Senyum lembut yang slalu kalian sematkan 
Waktu bergulir cepat 
Merangkak meninggalkan rangkaian memori 
Yang sekian lama kian pudar 
Tiap detik aku merindu 
Tiap saat aku menunggu 
Tiap helaian album itu Mengingatkan ku memori kelabu 
Memori kita sahabatku 
Kini kan ku teriakkan pada sang bayu 
Bahkan langit biru pun kan tau 
Sampai akhir waktu hidupku 
Kengangan ini tak kan ku biarkan berlalu. 

Karya: erni yanti lase 

For : my friends

PUISI "KERINDUAN"

sepi kini perlhan membunuh ceriaku
tiada kta yg mampu terucap
 hanya bimbang kepahitan ku kecap
kini mentari enggan menyinari langit kelabu memasung sang dewi
tangisan air mata ku terhempas ke bumi
disini ku perih menikmati hari tanpa mu yg telah pergi
ku titipkan cel0teh hati penuh kepedihan kala sendri
aku terdiam menatap hujan
ter0mbng ambing dlm kehampaan
menyusuri jejak para hati yg merintih kesakitan
sm0ga kau tau apa yg ku rasakan
kembalilah dekap aku dalam hangat pelukmu
jng biarkn terus ku cumbu bayangmu
ku ingin nyata hadirmu agar kau tau aku begitu merindukan mu
 (-_-)


karya : ERNI YANTI LASE

puisi sedih

akhir2 ini, aq sdh tak bsa menangs,
mungkinkah air mata q hbs? 
entahlah yg jelas aq tak sdg bersedh 
tapi, aq rindu utk menetes kan air mata, 
disaat sgla mslh seakan mencintai q, 
aq tak tw dgn ap yg tjd, 
waktu seakan mentertawakan q, 
aq yg berusaha mencari jati diri ini, 
ap salahku? hingga jati diri ini seolah pergi & sembunyi dari ku, 
walau sesak menjalani 
aq hrs terus berlari tak mw berhenti sampai di sini 
meski hrs bertarung dgn ambang batas mampuku 
aq hrs mampu bertahan 
aq kuat aq sanggup & aq bisa jalani sisa waktu yg ada 
meski kesalahan dahulu kerap mjd beban mjd jeda pemberhentian 
aq yakin tuhan memberiku jalan 
aq yakin dy tau n mengerti setiap tetes air mata 
setiap kata yg q lantunkan 
setiap sajak yg q persembahkan 
walau mulut tak berucap 
semua q salurkan dr hati terdalam. . 
aq yakin tuhan kan mendengar n membantuku mencari jati diri ini

DERITA ANAK YANG TAK DIANGGAP

Aku lahir disebuah keluarga yang kaya, dengan latar belakang ayah seorang pengusaha dan ibu adalah seorang desainer terkemuka. Aku adalah anak pertama didalam keluarga ini, namaku Cindy, aku memiliki sedikit cacat fisik pada tubuhku yang membuat aku terlihat jelek, mungkin inilah sebabnya ayah dan ibu tidak pernah mempedulikan aku. aku memiliki seorang kembaran yang juga sangat cantik, dan mungkin dia adalah Primadona di kampusnya, dia juga pintar dan energik semua orang menyukainya, ayah dan ibu begitu menyayanginya. Tapi aku? Aku tak pernah dianggap ada di rumah ini, jika pun ada mungkin aku hanya di anggap sebagai pajangan saja bagi mereka. “Echa, sini sayang” kudengar mama memanggil echa kembaranku di ruang bawah. “eaaa maa” jawab echa. “sayang mama sudah buat desain baju terbaru lohh, nah keluaran pertamanya buat kamu” ucap mama. “haaaahh yang bener ma? Waa cantik banget ma, pas banget buat aku . Apalagi ini keluaran terbaru, pasti teman teman aku pada iri sama aku” echa terlihat bahagia.

Aku tak pernah dibelikan apalagi di desain baju oleh mama  bahkan aku tak pernah melihat mama tersenyum padaku, mama hanya menyuruh pembantu yang membeli baju untuk ku di pasar pasar murah. Tapi setidaknya aku tak pernah membenci mereka. Hari ini adalah hari kepulangan ayah dari singapur, sudah seminggu lamanya ayah disana, aku benar benar rindu padanya. Ketika kudengar suara klakson mobil di depan rumah segera saja aku bukakan pintu buat ayah. “selamat datang ayah”ucapku sambil tersenyum. Segera saja senyuman ayah berubah menjadi kaku, mungkin ia tidak pernah berharap sepulang nya ia dari singapur dia disambut oleh aku, dengan tergesa-gesa ayah berlalu melewati ku tanpa menjawab salam ku. “ayahh aku rindu ayah, tapi mengapa ayah tak mau tersenyum pada ku  aku hanya ingin kalian menganggap aku anak” jeritku dalam hati.

Aku berusaha menyembunyikan kesedihan ku, aku mencoba menyusul ayah keruang tengah. Ternyata disana ibu dan echa serta ayah sedang bercanda dan tertawa bersama. Lalu ayah mengeluarkan beberapa hadiah dan cendera mata dari singapur dan memberikannya pada ibu dan echa, melihat aku yang berdiri di samping meja sambil melihat mereka echa terlihat marah “ngapain kamu disitu, sana..! balik ke kamar kamu. Dasar merusak pemandangan saja!”ucap echa. Kulayangkan pandangan ku pada ayah dan ibu berharab mereka berkata lain tetapi apa yang ku dapat? Yang kudapat hanyalah pandangan cuek dari mereka. Segera kulangkahkan kaki ku ke kamar ku.  Mengapa mereka tak pernah menganggap aku bagian dari keluarga ini ya tuhan? Apa karna wajahku yang buruk rupa ini? Lalu mengapa engkau membuat aku berbeda dari kembaranku sendiri? Jeritku dalam hati disela-sela tangisku.

Selama 19tahun aku menjadi anak mereka dan berusaha agar mereka mau menganggap aku anak maka selama itu juga mereka tak mau menganggapku. Aku selalu diperlakukan berbeda dengan echa, echa di sekolahkan sedangkan aku tidak, aku masih menerima itu tapi yang aku tak pernah terima yaitu Ayah dan ibu tak mau mengakui di rapor ku nanti jika aku ini anak mereka. Kenyataan tragis yang harus aku terima. Wajahku yang buruk ini telah menghancurkan semua harapanku, masa kecil yang indah hanya ku dapat dari mimpiku. Kasih sayang ayah bunda hanya kudapat dari khayalanku. Tapi walau bagaimana pun perlakuan mereka pada ku aku tetap sayang mereka.
*** 

Ketika bangun pagi aku sudah tak menemukan ayah dan ibu, pasti mereka sudah berangkat kerja. Kulihat echa keluar dari kamarnya menggunakan baju yang baru disesain ibu untuknya. Tanpa memperdulikan aku kakaknya ia pergi ke kampus tanpa pamit sedikit pun. Aku hanya bisa menghela nafas, aku tak lagi berharap untuk di perhatikan keluarga ku, toh bagi mereka aku bukan siapa-siapa atau lebih tepatnya aku bukanlah apa-apa dimata mereka. Seperti biasa aku melewati hari dengan menulis di buku harianku di taman belakang rumah, aku bisa membaca dan menulis karena diajarkan oleh mbok narti pembantu rumah tangga kami, aku masih bersyukur masih ada mbok narti yang mau mengerti dengan keadaanku. Semua tulisan tulisan ku dalam buku harian ini adalah keinginan ku untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang seorang ibu dan ayah. Aku hidup dalam keluarga tapi rasanya seperti hidup sebatang kara saja. Tak terasa aku melewati sepanjang hari ini ditaman dengan buku harian ku, aku sedang asyik menulis tiba-tiba echa merebut buku harianku. Aku tak menyangka dia pulang secepat ini, dengan cepat echa menelusuri tulisan ku, “heeeeeeh apa maksud loe? Tulisan jelek kayak gini di pelihara, dan satu loe gag bakal pernah dapet apa yang loe tulis dalam buku ini!” cerca echa lalu melemparkan buku tersebut ke wajahku. “mending lu urus tuh muka, dari pada mimpi hal-hal yang gag mungkin terjadi”ucapnya sambil berlalu pergi. Aku hanya terdiam, sehina inikah aku? Sampai keluarga ku sendiri jijik terhadap aku? Bahkan menyebut nama ku yang pemberian dari mereka pun tak pernah keluar dari bibir mereka. Tuhan derita apalagi yang harus aku jalani?.

*** 

 Malam ini adalah hari ulang tahun aku dan echa yang ke-20, echa terlihat bahagia berada diantara orang-orang yang menyayangi dia. Ayah bunda dan teman-temannya mengucapakan selamat ulang tahun padanya, memberikan dia hadiah, tertawa bersama dan mendoakan nya. Semua yang ia miliki adalah semua hal yang tak pernah aku dapatkan. kami memang ulang tahun pada malam ini tapi bukan ulangtahun kami yang dirayakan melainkan hanya ulang tahun echa. Sedangkan aku, hari kelahiranku ku tak pernah dirayakan meskipun kami adalah kembar tapi ayah dan ibu tak pernah mengakui aku kepada khalayak umum bahwa aku adalah anaknya, mungkin bagi mereka kelahiranku adalah mimpi buruk yang ingin segera mereka hapuskan. Aku dan mbok narti merayakan hari kelahiranku dalam kamarku , hanya mbok narti sajalah yang mengakui keberadaanku. Menyanyikan lagu happy birthday berdua sudah cukuplah bagiku. Aku merayakan ualng tahunku dalam kesendirian sedangkan adik kembarku echa merayakan ulangtahunnya dalam kesemarakan. Mbok narti memberikan aku kue yang diberi sebatang lilin diatasnya, “neng tiup lilinnya, tapi sebelumnya berdoa dulu”ujar mbok narti. Aku tersenyum pada wanita tua renta itu sebelum aku meniup lilin itu aku membuat suatu permohonan, jika di ulangtahunku yang sebelumnya aku memohon agar ayah,ibu,dan echa menerima aku dan aku bisa bercanda bersama mereka layaknya keluarga. Tetapi malam ini aku hanya memohon satu hal “tuhann, kali ini aku tak berharap banyak aku mohon biarlah aku bisa melihat mereka yang aku sayangi tersenyum padaku sekali saja.”ucapku dalam hati lalu kutiup lilin itu.

*** 

Pagi ini aku bangun kesiangan, tapi tak kan ada yang marah padaku karena tidak ada yang peduli padaku. Ketika aku melewati kamar echa kulihat dia juga keluar dari kamarnya, tapi aku melihat darah menetes dari hidungnya. “echa, kamu kenapa mimisan?”tanya ku. “ngapain loe urus urusan gue..!pergi sana”bentak echa pada ku. Sebagai seorang kakak, walau bagaimana pun aku tetap sayang dan peduli padanya ketika aku mencoba mendekatinya untuk melihat keadaannya, echa menjadi marah “sini biar kakak lihat”ucap ku. “apaan sihh..ahhh awas sana”teriak echa lalu mendorong pundak ku. Pada saat itu aku langsung kehilangan keseimbangan dan terjengkang kebelakang. Karena kamar kami berada di lantai dua, aku langsung terjatuh ketangga dan terguling-guling hingga kepala ku mendarat keras di lantai.

Melihat aku yang bersimbah darah karena kepala ku yang terluka, echa langsung panik dan berlari ke arah ku. “mbooook mbooook narti,, toloooooong”jerit echa, diambilnya kepalaku dan dipangkunya di atas pahanya, dengan tergopoh-gopoh mbok narti datang dari dapur, teriakan histeris kudengar dari nya... secepat kilat mereka membopongku kedalam mobil dan langsung melarikan ku ke rumah sakit. Samar-samar kulihat wajah panik dan sedih adik ku, pakaiannya penuh dengan darahku, “jangan sedihh kakak gag mau melihat wajah sedih mu, kakak hanya ingin melihat kamu tersenyum buat kakak dek”ucap ku pada adik ku. Kulihat echa menangis, air mata tak dapat ia bendung lagi. “tuhan beri aku waktu sedikit saja,, aku masih belum melihat senyuman mereka,”pinta ku dalam hati.

Ketika tiba dirumah sakit aku langsung mendapat perawatan intensif tetapi kulihat adikku pingsan ketika ingin ikut masuk ke dalam ruang ICU, namun sudah 2 jam aku di ruang ICU aku merasakan tubuhku semakin lemah. Kulihat para dokter mulai menyerah, disela-sela kesadaran ku aku tanyakan pada dokter apa yang terjadi “dok ada apa sebenarnya”, “nak, kamu menderita penyakit HEMOFILIA, penyakit langka yang menyebabkan pendarahan di kepala mu tak dapat di hentikan”ucap sang dokter dengan wajah sedih.

Tiba-tiba datang seorang suster mengatakan bahwa echa dalam keadaan darurat dan harus segera ditangani. Aku tak pernah menyangka bahwa echa mengidap penyakit LEUKIMIA stadium 3, dan satu-satu nya cara untuk menyelamatkannya hanyalah transfer sum-sum tulang belakang yang sama. Ayah dan ibu datang melihatku, mereka menggunakan pakaian steril ICU, kulihat mereka menangis, aku tak tau apakah mereka menangisi keadaan ku atau menangisi keadaan Echa. Tapi walau bagaimana pun bukan ini yang aku harap kan, dengan susah payah aku meraih tangan ibu “bu, aku tak ingin melihat ibu menangis. Aku hanya ingin melihat kalian tersenyum padaku sekali saja itu sudah cukup buat ku.

Tenang saja bu echa pasti akan selamat aku akan menyerahkan sum-sum tulang belakang ku padanya, aku tak memiliki kesempatan hidup lagi, pendarahan di kepala ku tak dapat dihentikan. Jika aku tak dapat diselamatkan maka kita masih bisa menyelamatkan echa”ucap ku lirih. Kulihat ayah tak dapat membendung air matanya sedangkan ibu menangis tersedu sedu di sampingku. “ayah ibu jika aku nantinya harus mati, aku hanya minta satu hal” ucap ku. “tidak nak,, kau takkan mati, echa juga pasti akan mendapat donor dari orang lain tenang saja ayah dan ibu akan berusaha untuk keselamatan kalian”terang ayahku. “tidak ayah,, aku sudah tidak kuat lagi,, aku hanya ingin di saat saat terakhirku aku bisa menyelamatkan saudaraku, aku mohon ayah, ibu kabulkan permohonanku”ujar ku.

Dengan tangis yang menggugu ibu dan ayah mengangguk. “aku mohon kali ini saja tersenyumlah untuk ku” ucap ku. Kulihat ayah dan ibu menangis sekuat-kuatnya, aku tak mengerti apa permohonanku ini terlalu berat untuk mereka?. Perlahan kulihat ayah dan bunda tersenyum pada ku, lalu dengan pelan ibu mendekat dan mencium keningku “maaf kan kami anakku, maaf atas perlakuan kami selama ini yang tak pernah menganggap mu bagian dari keluarga ini”ucap ibuku sambil menangis. “ ea ibu..aku senang sudah dapat melihat senyuman kalian” ujarku sambil berusaha tersenyum

*** 

Disini aku berada diruangan yang sama dengan echa, aku sudah siap menjalani operasi ini, dan bahakan aku sudah siap jika suatu saat nanti aku harus pergi. Aku sekarang sudah tenang, aku sudah mendapatkan yang aku inginkan senyuman mereka, kasih sayang mereka, dan pengakuan mereka yang telah menganggap aku sebagai anak, aku sudah sangat bahagia mendapatkan semuanya walau hanya sekejap. Operasi tersebut berhasil, aku bisa melihat Echa kembali membuka matanya sekarang, sedangkan aku bisa melihat tubuhku tersenyum dengan damainya. Ayah, Ibu, Echa terimakasih, sekarang aku bisa pergi dengan tenang, terimakasih atas kasih sayang kalian walau sekejap. Aku akan selalu mencintai kalian selamanya. THE END....


karya: erni yanti lase



JWARNA-WARNA CINTAJ

PROLOG

Sejak menginjakkan kaki di sekolah akademi ini, aku telah suka kepada seorang teman ku, aku menyukai semua hal yang ada padanya >_<. Dari senyumnya,,, tatapan matanya,, caranya berjalan, dan sikap dinginnya kepada semua teman – teman ku , termasuk aku. Aku tak tau apakah hal itu adalah daya pikat tersendiri yang melekat padanya, tapi yang aku tau AKU SUKA DIA.

Aku sedikit bingung apakah ini yang dinamakan CINTA, sedangkan aku baru saja masuk smp akademi dan berumur 13 tahun.
Lucu memang,, tapi cinta datang tanpa mengenal usia, mungkin kalimat ini lah yang pantas menggambarkan rasa ini padanya.
Ohhh ya, aku terlalu banyak bercerita tentang perasaan ku sedangkan tentang diriku saja belum aku ceritakan.
(+_+) namaku RINn, tapi aku lebih suka dipanggil RinN_chan,, biar terkesan imut.
Umur ku baru 13 tahun, aku bertubuh mungil, dengan rambut sebahu dan warna kulit ku yang terlalu putih atau terkesan pucat malah..
Tapi itulah aku J

Warna Kesukaan ku adalah Merah Muda dan biru, buah kesukaan ku adalah Cheery, dan minuman kesukaan tentu saja ice cream rasa cheery, hmmmm tapi ku menyukai makanan apa saja yang penting rasa nya manis, seperti aku J

Aku selalu memakai tas berwarna merah muda, bahkan segala hal bersangkutan dengan ku selalu berwarna merah muda, lalu mengapa aku mengatakan biru juga adala warna kesukaan ku ? tentu saja hal itu ada alasan tersendiri, yang selalu membuat ku blusing dan merona J



TEMAN DAN MUSUH BARU

Hari ini adalah hari pertama aku menapakkan kaki di akademi ini, dengan agak malu- malu aku melangkahkan kaki menuju mading untuk melihat daftar nama dan kelas yang akan ku tempati nanti.
Namun, sayangnya karna badan ku yang mungil aku tak bisa menemukan nama ku. Karena ternyata begitu banyaknya teman- teman ku yang lebih tinggi dari aku.
Alhasil aku hanya bisa menatap punggung mereka saja,
Tetapi tiba – tiba Bruuugghhhh.... Kyaaaa jerit ku. Aku jatuh dan terjerembab gara-gara ulah teman-teman cewek yang berdesakan, akhirnya mereka terdorong kebelakang dan menabrak tubuh ku yang kecil sehingga terjatuh.

Dengan menahan amarah,, aku bangkit berdiri “Hati-hati donkk, gag liat karna ulah kalean aku jatuh” kulihat wajah cewek yang berdiri di depan ku ini,, aku terkesima menatapnya, wajahnya cantik dengan kulit putih yang sangat cocok dengan matanya yang bening.
“heeehh,, emank lu siapa? Berani-beraninya bentak gue? Jangan sok lu yaaa... dan jangan coba cari gara-gara dengan gue, siapa suruh lu berdiri di belakang gue? Salah lu sendiri?!” cewek itu mencecar ku dengan berbagai kata-katanya yang menusuk.
Lalu dengan menyenggol pundak ku cewek garang itu berlalu dengan dua orang temannya sambil tertawa sinis.

Aku hanya bisa menunduk kan kepala sambil merutuk dalam hati “huuuh napa sih, aku harus dapat masalah.. bernar benar bagun riNn_chan, kamu sukses mendapat musuh di hari pertama mu. Bahkan sebelum kamu mendapat teman!”

“jangan di masukan ke hati”...
Tiba tiba aku mendengar seseorang ngomong kepada ku, lalu kuangkat wajah ku untuk melihatnya “jangan dimasukan ke hati,, cewek itu memang selalu berkata kasar, dia adlah tetangga ku, jadi aku sudah tau kebiasaan buruknya, jadi kamu jangan terlalu sedih karna cewek itu” “ kenalin aku  nina, nama kamu siapa?” nina mengulurkan tangan nya pada ku
“nama ku rinn,” ucapku malu-malu sambil menjabat tangan nina
“nah,, sekarang kita berteman.. oh iya kamu sudah tau masuk kelas mana? Kalo aku kelas 1a”
Huuuhhh hampir aja aku lupa kalo aku belum tau aku mau masuk kelas yang mana
“belum tau...aku tadi terjatuh gara gara cewek itu, jadi aku belum sempat liat nama aku L “ ucap ku sedih
“yeaaahh,, kalo begitu mari kita liat nama mu” ucap nina sambil menarik tangan ku menuju mading
“kyaaaaaa” nina teriak secara tiba-tiba di sampingku,
“ada apa sih nina? Kog tiba-tiba kamu teriak, sakit tau telinga ku mendengar suara cempreng mu yang memekakkan telinga” sungut ku pada nina
“gimana aku gag teriak rinn_chan, ternyata kita satu kelaaaaas” lagi-lagi nina teriak
“mana mana mana....’ aku mau liat” ternyata benar aku masuk dalam kelas yang sama dengan nina
“yeyeyeyeye kita satu kelas, jadi gimana kalo kita satu meja aja?” tanya nina
“tentu saja” jawab ku sambil tersenyum
Sungguh menyenangkan memiliki orang baru kita kenal dengan ramahnya menjadi teman kita, dan sekarang aku memilikinya, NINA gadis cantik yang mau menjadi teman ku.

***

Sekarang aku dan nina berada di dalam kelas,, dan ternyata aku juga sekelas dengan cewek garang tadi L aku benar-benar takut dan merasa nervous.
Karena setiap kali cewek itu memandang ku, tatapan matanya seakan akan ingin mencabik cabik ku.

Lalu ada seorang anak laki-laki memasuki ruangan kami, dia berhenti di depan kelas memandang seluruh ruangan ini. Untuk mencari bangku kosong, lalu ia melangkah menuju bangku yang berada paling sudut belakang. Ia meletakan tas nya lalu duduk. Tak ku sadari aku memperhatikan seluruh gerakannya dari dia masuk kelas sampai ia duduk, aku baru menyadari tingkah konyol ku ketika ia membalas pandangan ku dengan tatapan yang menyiratkan rasa tak suka!

Cepat-cepat ku palingkan wajah ku yang sudah merona ,, aku tak tau apa alasan wajahku merona. Entah karena malu atau ada alasan lain yang tersembunyi.
Ketika pandangan ku beralih darinya,, saat itu juga aku memergoki anak laki-laki yang duduk di sebrang meja ku, sedang menatapku dengan pandangan aneh plus cengiran lebarnya yang nyaris menampakan seluruh giginya..
“hai” ucap anak itu
“hai juga” jawabku
“kenalin namaku Natsumi, kamu?” anak itu memperkenalkan dirinya
“Rinn” jawab ku singkat
Natsumi masih tersenyum padaku, entah mengapa senyumnya itu membuat aku bergidik ngeri,
Yahhhh siapa yang tidak takut jika dihadapan nya ada seseoraang yang tersenyum dengan PD nya, dan yang parah nya lagi ia menampakkan hampir seluruh giginya.
Dasar senyum yang aneh!

Lalu seorang guru masuk dan memperkenalkan dirinya,, Ibu Rasti. Dan dia adalah wali kelas kami juga.
Wali kelas menyuruh kami untuk memperkenalkan diri kami masing-masing,
Setelah semua teman-teman memperkenalkan dirinya, aku tak begitu hafal dengan nama mereka, yang aku tau hanya lah nama cewek garang tadi ialah SISKA dan nama cowok yang tadi ialah Yogi

Pokoknya tak terasa pelajaran hari ini usai, benar- benar pengalaman pertama yang asyik.
Aku pulang dengan begitu banyak cerita yang kan ku tumpahkan pada diary ku nanti J
***

Begitulah hari demi hari aku jalani bersama teman-teman baru ku,, tak terasa hampir satu tahun lamanya aku bersekolah di akademi ini.
Aku pun sudah mulai bisa membaur dengan teman-teman ku lainya.
Hari ini adalah hari dimana kami akan menerima hasil pembelajaran kami selama ini, aku berharap aku bisa mendapatkan nilai yang baik sehingga aku bisa membuat papa dan mama bangga pada ku,

Ketika nama para juara di sebutkan aku benar benar gugup
“baiklah hari ini kalian akan menerima hasil pembelajaran kalian selama setahun, dan ibu akan menyebutkan 5 nama yang terbaik di kelas ini” ucap bu guru
Yogi, Rinn, Siska, Natsumi, dan Nina J, selamat untuk prestasi nya....
Setelah mengucapkan nama-nama kami tersebut dan mempersilahkan kami untuk maju kedepan untuk menerima hadiah dari perjuangan kami, aku tak lagi mendengar apa yang di ucapkan oleh guru kami, yang aku rasakan sekarang adalah rasa gugup yang sungguh luar biasa berdiri di sebelah Yogi.
Entah mengapa aku bisa merasakan hal ini, padahal cowok itu tak pernah mengucapkan sepatah kata pun pada ku, tetapi ia telah berhasil memenangkan hatiku :D
Tapi ketika sedang asyik asyik nya aku memandangi wajah nya, tiba- tiba ia berpaling melihat ku, sontak saja aku langsung terkejut.
“apa lia-liat” bentak nya pada ku
Dengan sangat malu aku menunduk dan bilang “ ma... maaf,”
“heh..yogi gag perlu ngebentak gitu dunk, bilang baik –baik napa sih?” kali ini natsumi membelaku
Yogi hanya diam dengan pandangan mata yang menusuk kepada natsumi.
“ayo rinn_chan kita pulang saja, kamu gag perlu bersikap baik kepada yogi, dia tuh gag pernah baik kepada siapa pun” natsumi menarik tangan ku bermaksud mengajak ku pulang

Malam ini aku duduk di depan  meja belajarku, merenungi kebodohan ku L
Mengapa aku bisa-bisa nya jatuh hati pada seseorang, yang bahkan berbicara sekalipun tak pernah.
Bodoh....bodoh...bodoh !!
Diaryku yang tak bersalah menjadi korban keganasan ku, ku coret – coret dengan kasar lalu ku sobek dan kubuang....
“arrrrggggggggg......” teriak ku.
Malam ini berlalu dengan kesedihan yang mendalam yang ku simpan dalam hatiku,  tapi hati ini masih berharap bahwa yogi akan memandang ku nanti.
***
Hari ini adalah hari dimana kami para siswa libur semester,  aku sudah bertekad bahwa liburan ini akan aku gunakan untuk refresing dari masalah masalah yang aku hadapi J
Aku dan nina sahabat ku akan pergi jalan jalan hari ini ke salah satu mall terkenal di kota ku,
Aku telah bersiap siap dengan memakai dress santai selutut yang berwarna merah muda dan sepatu kets santai yang berwarna senada,
“tittt........tiiiiiiiiiittt, Rinn ayo cepat” teriak nina dengan semangatnya
“ea ea ea bawel sabar dikit napa? Lain kali jangan teriak teriak depan rumah gue dong, suara lu tuh udah ngalahin suara toa tau!” sewot ku pada nina
“hehehehehe sorry, habis nya gue udah semangat neh mau shopping,, kyyyaaaa gue bakal borong semua baju dan aksesories yang unyu unyu nantiny” nina kelihatan girang banget
“yosshhhh, aku juga semangat neh J kita pastiin semua barang barang unyu yang ada di mall akan berpindah ke tangan kita” aku juga menimpali

Sesampainya di mall, aku dan nina tidak mau buang buang waktu lagi, kami berdua langsung menyerbu toko pakaian dan aksesories lainya, singkat waktu aku dan nina sudah membeli banyak barang sehingga kami hampir saja tidak sanggup membawanya karna sangking banyaknya,
“mmmmm seger” nina bergumam sambil meminum jus anggur kesukaanya
“eahhh, rasanya enak banget minum jus strawberry, sesudah shopping ya” aku pun menimpali
“ea nehh, rasanya seneng banget bisa terbebas dari pelajaran pelajaran yang membosankan itu,” nina berujar sambil mennyeruput minuman kesukaannya
“o iya rinn, aku laper nih, mau gag kamu pesenin kita makanan?” rengek nina
Aku tersenyum sambil mengangguk, nina kadang kadang suka manja sama ku begitu pun sebaliknya, aku bener bener senang punya sahabat seperti nina bahkan aku sudah menganggap dia sebagai saudara ku sendiri

Ketika aku berjalan menuju meja kami untuk membawa nampan berisi pesanan kami, tiba tiba saja
Ada seseorang yang menubruk ku dan menumpahkan minumannya ke baju ku,
“oppss, maaf” ucap orang itu
“gak pa pa” jawab ku
“apanya yang gak pa pa, baju lu basah rinn, gara gara orang ini” teriak nina yang marah melihat baju ku yang basah
“nina,, aku gak pa pa kog, kan bentar ge kita pulang” desah ku pada nina
“sorry banget ea, aku tidak sengaja menumpahkan minuman ku” ucap orang itu, dengan wajah memelas
“hahahaha santai aja kalee, aku gak papa kog,,” ucap ku melihat wajah nya yang memelas itu
Melihat ku yang tertawa nina tidak marah lagi, malah mengajak orang itu makan bersama di meja kami.
Langsung saja aura pertemanan mengalir saja di antara kami, ternyata nama cowok ne Arya, dan dia orang baru yang barusan pindah minggu kemarin ke kota ini.
Hmmm, tak terasa hari mulai sore, akhirnya aku dan nina minta ijin pulanng, Tapi sebelumnya arya dan aku sempat tukeran no hp.
***
“Riiiiinnnnnnnnnn!!”
“Hmmmmmm” jawab ku
“Rinnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnnn!!! Sampe kapan kamu mau ngorok terus sih? Bangun woyyy pemalas” teriak nina di telingaku
Sontak saja aku langsung terbangun dan terjatuh dari ranajng ku.
“nina,, gag usah teriak teriak gitu dunk, iya iya aku bangun neh”

Pagi itu adalah saatnya aku dan nina meneruskan jadwal liburan kami
Harii ini kami ingin jalan jalan ke taman dulu, hmmm suasana taman ini bener bener bagus untuk menekan mood yg lagi jelek,
Aku dan nina bermain ayunan atau pun merangkai bunga yang ada di taman itu.
Gag ada yang marah atau pun melarang kami untuk memetik bunga disini, karna ini adalah taman yang berada di pinggiran jadi tidak ada orang mengetahui letak taman ini selain kami berdua nina. Tiba-tiba ponsel ku berdering menandakan adanya pesan yang masuk.
“heeeiii rinn, lge ngapain? Moga hari mu indah ya from : Arya ganteng”
Aku tersenyum mendapat pesan dari arya, sejak semalam aku dan arya sms_an, sehingga kami sudah sedikit lebih akrab. Segera saja ku membalas pesan arya tersebut, dan alhasil aku mengabaikan nina dan larut dalam sms_an dengan arya.
Melihat aku yang tersenyum dan asyik sendiri dengan ponsel ku, nina jadi marah dan berteriak kedepan ku. “rinn chan kamu dengar gag aku ngomong apa?” nina terlihat cemberut. “hahahahahahah iya iya maaf nina, kamu ngomong apa tadi” aku tersenyum melihat wajah nina yang cemberut. “maaf rinn chan aku harus segera pulang, bentar lagi papa menjemput aku di sini, karna nenek lagi sakit nehh L” nina terlihat merasa bersalah.
“iya iya gak apa-apa kog nina, santai aja kalee” jawab ku
“kamu gag mau bareng aku aja?” nina memandangku dengan sedih
“nin, aku gak apa-apa, kan aku juga bawa mobil J” elakku
“beneran nih? Jadi kamu masih mau di sini?” tanya nina
“eaaaaaa bawel” jawabku sambil menjewer pipinya yang chubbuy
“okeh dehhh, kalo begitu aku berangkat” ucap nina sambil melambaikan tangannya pada ku
Aku tiduran sambil memandang langit dari bawaah pohon,
Aku benar benar sampai lupa waktu gara-gara sms_an dengaan arya, samapi aku tidak sadar ada orang yang duduk di sampingku.
“heeeehhh sombong banget sihh, sampai sampai kamu gag sappa aku,” kata orang itu
Ketika aku menoleh, kulihat natsumi tersenyum pada ku
“eeehhh sejak kapan loe ada disini? Truss loe mau apa disini?” jawab ku
“eh eh ehhhh, ne anak, emank taman ini punya elooo? Aku kan juga mau nyantai disini” timpalya sambil tersenyum
“hehehehe iyah sorry”jawab ku sambil tersenyum
“gitu dunkk, senyum kamu tambah manis kalo senyum” kata natsumi
Entah mengapa kata-katanya membuat aku merona, tapi kucoba anggap biasa saja kata-katanya itu. Tapi entah mengapa aku baru menyadari satu hal, bahwa selama ini natsumi selalu memperhatikan ku di sekolah.
“rin,, kamu lagi sms_an dengan siapa?” tanya natsumi pada ku
“ne lg sms_an sama teman baru ku” jawabku sambil tersenyum
“ohhhh, kayaknya kamu seneng banget yah sms_an sama dia?” tanya natsumi yang terlihat kecewa
“eaaa neh J orangnya terlihat santai dan baik J” jawab ku seenaknya
“owwwhhh” jawabnya pendek
“kog Cuma owhh sih” tanya ku
“trusss kamu mau aku ngomong apa?” tanya nya
“gag da” jawabku kalemm
Entah mengapa aku menangkap siratan kesedihan di matanya
“natsumi” panggil ku
“eahhh ada apa rin?” tanya nya lembut
“kamu....kamu...” ugggghhh napa aku jadi gugup gne sih
“apa sih rinn? Bilang aja” katanya
“kamu tau gag no. Handphone nya yogi? Tanya ku
Natsumi terdiam, jelas tersirat di wajahnya rasa kecewa dan sedih
“kaloo kamu gag mau ngasi tau gak pa-pa kog” kataku
“ini” di sodorkannya pada ku hanphone nya
Segera saja ku salin no yogi dan ku save dalam hp pink kesayangan ku.
“riinn, kamu tak tau dan takkan pernah mau tau dengan perasaan ku,” batin natsumi
“okeehh, makasih yah natsumi” ucap ku dengan girang
“eahhh sama-sama, rin kamu suka ya sama yogi?” tanya natsumi pada ku
“ea, aku suka banget ma yogi, sejak pertama aku melihatnya, entah mengapa aku menyukai apa yang ada padanya, walau pun selama ini dia tak pernah bicara sedikit pun pada ku, tapi rasa ini tak mau pergi bahkan semakin dalam” ucap ku sambil menunduk malu
“aku benar benar tak punya harapan Llagi, rinn chan kamu telah menentukan pada siapa kan kau berikan hati mu L, tapi aku juga tlah menentukan kanmemberikan hatiku pada mu, walau kau tak pernah mau melihat keberadaan ku disisimu, melihat kau tersenyum walau senyum itu bukan untuk ku, aku kan bahagia J dan berusaha tersenyum disini”
“ehhhh kog kamu malah bengong?” tanya rin   “gag apa-apa kog rin, J aku Cuma lge sedih aja” jawab natsumi,  “hahahaha eluu juga bisa sedih?” olok rin “emang kamu aja yg bisa sedih? Aku juga manusia biasa kaleee” jawab natsumi. “iyeee, iyeee siapa juga yang bilang kalo lu thu malaikat?” jawab rin  “kalo aku bisa aku ingin jadi malaikat mu rin, tapi itu tak akan pernah terjadi” batin ku “yaaaaahhhhhh baru aja dibilangin, ehhh malah bengong lagi” sungut rin, “gag kog, ohhh iya kamu gag pulang” tanya natsumi.
“hehhehehe iyah aku mau pulang kalo kamu?” tanya rin
“ntar gee, kamu duluan aja sana”jawab natsumi
“ ya udahh,, kalo gituu daaaaaa” rin pamit
Sepeninggalan rin, aku hanya bengong memikirkan rumitnya hidupku ini.
“huaaaaaaahhhhh,,, aku gag nyangka liburan akhir semester sudah usai,, aku tak rela gak relaaaaaa” rengek nina
“santai aja kaleee, suara lu itu bikin gendang telinga gue mau pecah tau gag!” ucapku
Tapi nina gag peduli, dia masih merengek rengek kayak anak kecil yang tidak di belikan permen kesukaan nya.
Pagi ini adalah hari pertama mulai sekolah, kami sekarang sudah duduk di kelas dua smp J gag terasa saja waktu berlalu begitu cepat.
Tiba-tiba hp ku bergetar, ada pesan masuk disana, ternyata arya.
Sejak pertemuan di mall itu, kami jadi sering ngobrol dan sms-an, ternyata arya orangnya baik dan cepat akrab sama orang pendiam seperti aku, pkok nya dia thu cowok paling handsome dech.

“neehhh buat kamu” seseorang menyodor kan pada ku sebuah surat
Ku angkat wajah ku dan ternyata yang memberi ku surat adalah yogi..
“Bentar dulu,,, mungkin ini Cuma halusinasi aja gag mungkin si yogi nyamperin aku ngasi surat segala,” batin ku
“heeh  ambil, malah bengong. Ini undangan ultah gue buat loe. Semua teman-teman juga udah dapet” ucap yogi sambil berlalu pergi
ku ambil undangan tersebut J entah mengapa aku jadi deg-degan begini, bahkan di saat aku dan yogi saling bertatapan entah mengapa aku menjadi salah tingkah dan blusing.
Aku semakin sadar bahwa aku begitu mencintainya, entah cinta ini kan berbalas atau tidak, aku tak tau jawabanya. Yang aku tau bahwa :
Rasa ini begitu indah J dan aku harap rasa ini kan selalu ada dan menetap serta bersemi di hati ini J
“rin chaaaaann” suara toa nina bergema lagi J
Aku hanya manyun sambil menutup telinga, “hehehehe sorry” nina minta maaf atas kelancangannya J (kelancangan tao kegirangan boooo J)
“ada apa nina?” tanya ku
“kamu udah dapet undangan dari yogi” tanya nina sambil menatap ku harap-harap cemas
“iyeee udah” ucap ku sambil tersenyum.
“kalooo gitu ntar sore kita pergi belanja, kamu harus tampil cantik malam nanti, biar yogi bisa suka  ma elooo kyaaaaaa gue udah gag sabar liat dia nembak eluuu”girang nina
Aku hanya tersenyum melihat sikap sahabat ku ini, dia memang sudah tau perasaaan ku pada yogi J, begitu pun aku sudahh tau persaaan nya pada aryaa :D yang penting aku mendukung dia dan dia juga mendukung aku untuk memperjuangkan cinta ini J
* * *
Sekarang aku dan nina berada di sebuah salon, J yahhhh tau lakh buat mempercantik diri. Ketika selesai aku benar benar tak menyangka kaloo aku akn secantik ini jika benar benar berdandan, aku menggunakan dress panjang dengan warna soft pink yang cantik, serta heels dengan warna senada, juga rambutku yang di gulung keatas dan diberi sebuah pita bunga sakura yang manis dan sedikit rambut di kanan kiri wajah ku untuk menyempurnakan penampilan ku malam ini.
Sedangkan nina tampil dengan gaun ungu selutut serta heels yang juga warna ungu, rambut nya yang sebahu di sosis serta di beri bando yang sedikit berbentuk mahkota
Nina benar benar cantik malam itu.
“kyaaa rin_chaan kamu cantik buangetzz persis kayak princess” ucap nina
“kamu juga cantik kok nin, kayak putri dari kayangan” ucap ku sambil tersenyum pada nina. Aku dan nina segera berangkat menuju rumah yogi, suasana pesta di rumahnya benar benar indah dan semarak. Kami segera menuju tempat yogi untuk mengucapkan selamat ultah padanya. Sebelum kami berangkat kesini aku sudah bertekad apapun yang terjadi aku akan mengungkapkan perasaan ku pada yogi, dari pada aku tersiksa menahan perasaan ini tanpa tau apa yang juga dia rasakan padaku. Tepat setelah acara peniupan lilin dan potong kue, dengan keberanian yang setahun ini aku kumpulkan aku berniat untuk mengutarakan isi hati ku padanya, kudekati yogi yang sedang duduk di samping kolam renang, melihat aku mendekat yogi bertanya “ada apa rin?”. “yogi sebenarnya ada yang mau aku sampaikan”jawabku. “ya udah sampaikan aja kaleee”ucapnya santai. “yogi sebenarnya aku aku...aku itu suka sama kamu” ucap ku
“terus?” tanya nya cuek. “Akuingin namaku juga terukir di hati mu seperti nama mu yang sudah terukir di hati ku selama ini, aku ...aku tidak bisa menahan perasaan cinta ini hidup di hati ku, setiap melihat mu aku ingin kamu tersenyum padaku dan menjadi milikku. Maaf kan aku yang telah lancang mencintaimu, tapi aku harus mengatakannya kepadamu agar aku bisa tenang walau nantinya jawaban mu tak seperti yang aku harap kan, kamu mau gag jadi pacar aku?   ” tanya ku sambil menunduk. Yogi terdiam kemudian ia menatap wajah ku, untuk pertama kalinya setelah setahun  aku kenal dengan yogi, baru sekali ini aku melihat senyumnya yang indah. “aku bisa tersenyum padamu namun aku tak bisa menerima cintamu maaf” ucap yogi sambil berlalu pergi. Sudah sekian lama aku menantikan senyuman nya dan aku mendapatkan senyum itu tapi bukan cintanya, hati ku sedih dan remuk, namun aku berusaha menahan pedih hati ini dan berusaha tersenyum. “rinn chan, tau gag tadi aku dan arya baru jadiannn kyaaaa aku gag nyangka kalo arya temenan sama yogi dan dia juga datang di pesta ini,, pokoknya ini malam paling berkesan buat gue” ucap nina. “rinnn kog kamu diam saja?, astaga riinn kamu kog nangis?” tanya nina.
Akhirnya aku ceritakan semuanya pada nina, aku benar benar sedih sehingga tidak dapat menahan tangis ku, akhirnya nina berniat membawa aku pulang karna tak tahan melihat aku yang menangis. Baru saja aku dan nina mau masuk mobil tib-tiba  kami mendengar suara gaduh dan teriakan histeris dari dalam rumah yogi.
Kami cepat cepat kembali kedalam dan aku melihat yogi yang terkapar penuh dengan darah, ternyata ada beberapa teman kami yang mabok dan terlibat pertengkaran. Sebagai tuan rumah yogi berusaha melerai pertengkaran itu, alhasil yogi lah yang terkena pukulan botol bir di kepalanya.
Dengan segera kami membawa dia kerumah sakit, entah mengapa aku tak dapat menahan rasa ini, rasa nya sakit sekali melihat orang yang kita cintai awalau tak mencintai kita sedang terkapar tidak berdaya. “ aku mohooonnnn bertahan lah yogi,, jangan tinggalkan aku L aku berjanji jika kamu sembuh nanti aku akan memendam rasa ini dan takkan mengganggu hidup mu lagi.. jadi aku mohonn bertahan lahh” ucap ku di sela air mata ku yang semakin deras. Setiba di rumah sakit yogi langsung mendapatkan penanganan yabg intensif di ruang ICU, aku masih tak dapat menahan tangis ku. Natsumi dan nina berusaha menenangkan ku, “tenanglah rin, yogi akan baik baik saja” ucap natsumi yang dibarengi anggukan kepala nina. “bagaimana aku bisa tenang jika orang yang aku cintai sedang tidak berdaya di dalam sana dan berjuang sendirian” ucapku pada natsumi, “aku mengerti perasaanmu rin”ucap natsumi. “tidaaaakk kamu gag mengerti.. kamu tak kan pernah mengerti perasaan ku melihat orang yang ku sayang  terluka begini,, rasanya sakittt”ucapku. Natsumi terdiam “iyaahh aku tak mengerti rinn, tapi apa kamu juga mengerti betapa sakitnya hatiku melihat orang yang ku cintai mencintai orang lain?” ucap natsumi dalam hati.
Setelah menunggu sekitar sejam lebih, tiba-tiba pintu ruang ICU di buka oleh seorang dokter, “bagaimana keadaan yogii dok?”tanya rin. “ maafff kami telah berusaha semampu kami tapi tuhan berkehendak lain, luka sobek yang ada  terlalu besar dan mengenai beberapa syaraf penting di kepalanya sehingga nyawanya tak tertolong lagi” terang sang dokter dengan wajah iba.
“tidaaak, aku mohonn tidakkk” tangisku, lalu semuanya menjadi gelap.

Sejak kematian yogi, aku tak lagi memiliki semangat untuk hidup lagi, aku jadi jarang makan dan jarang keluar kamar. Nina sudah berusaha mengajak ku namun aku tak pernah menggubris ajakannya, pagi ini tiba-tiba saja aku mendapatkan sekuntum bunga mawar putih di beranda kamarku dan diberi kartu ucapan yang bergambar wajah yang tersenyum. Entah siapa yang melakukannya, aku tak tau. Dengan tak peduli ku ambil bunga tersebut dan kuletakan di dalam vas bunga di kamarku.
Esoknya selama 1 minggu berturut-turut aku tetap saja mendapatkan bunga mawar putih di beranda ku, dan sepertinya  sedah menjadi rutinitas ku untuk memasukan bunga bunga tersebut ke dalam vas nya agar tetap cantik. Namun aku tak pernah tau siapa yang melakukannya.
Dan pagi ini entah mengapa aku seperti menunggu kehadiran mawar putih itu berada di beranda ku tapi, aku tak menemukannya pagi ini di beranda aku. Aku kecewa walau bagaimana pun mawar putih ini sudah sedikit menghapus kesedihanku selama ini. Tapi kesedihan yang baru kembali muncul karena sang mawar putih tak kembali muncul pagi ini. Dengan tidak peduli aku  kembali ke kamar menanti malam yang membosankan.

Malam ini aku berusaha tertidur, namun sedikitpun mata ku tak terpejam. Tiba tiba saja lampu mati. Aku paling benci kegelapan, dengan cepat aku mencoba meraih hp ku dan menghidupkan senternya. Aku mencoba keluar kamar, tapi dikunci dari luar. Apa yang terjadi? Mengapa semuanya terasa aneh. Aku benci kegelapan, aku berjalan menuju beranda kamarku, tiba-tiba aku menemukan mawar putih yang diletakan di lantai membentuk hati dan ditengah tengahnya terdapat sebuah kartu. “jika kau menyukainya dan ingin melanjutkan kejutan ini lihatlah kebawah beranda”. Lalu aku melihat kebawah beranda, ya Tuhaan aku tak menyangka semuanya sudah  berkumpul disana, ayah bunda, teman-teman, nina, arya tapi aku tak menemukan natsumi.”turunlah dari tangga disebelah kiri berandamu”terdengar instruksi dari seseorang namun aku tak tau siapa. Lalu aku turun dan berjalan menuju orang tua ku. “ayah, bunda ada apa ini?”tanyaku pada ayah. “teman-teman mu ingin membuat kamu kembali ceria seperti dulu jadi mereka membuat pesta kejutan ini untuk kamu, jadi met ultah sayang”  ucap ayah sambil mencium pipi ku. Lalu nina datang dan memelukku “met ultah eaa riin, kamu jangan sedih lagi, kalo kamu sedih kamu jadi jelek lhoo”ucap nina padaku.
“makasih ea nin, atas kejutannya” ucapku pada nina. “eeehh kog minta makasih ma aku sih? Bukan aku yang membuat kejutan ini tapi seseorang yang lain” ucap nina.
“seseorang? Siapa?” tanya ku. “udah dehh simpan rasa penasaran mu, nahh sekarang kamu buka kado spesial buat kamu nehh”ucap nina. Lalu aku dibawa oleh nina pada sebuah kado yang sangat besar. Ketika ku buka kadonya isinya adalah seseorang yang menggunakan baju serta topi serfba putih yang sedang menggenggam bunga mawar putih. Namun aku tak bisa melihat wajahnya karena topi tersebut menghalangi pandangan ku. “terimalah”ucap sosok itu. Ketika kuterima bunga tersebut,  sosok tersebut membuka topinya sambil tersenyum. “natsumi”ucapku “haaaiii rin chanJ”ucap natsumi. “apa maksud semua ini natsumi?”tanya ku. “maafkan aku rinn chan, aku tau kamu menyukai yogi, namun aku juga tak bisa menghilangkan perasaanku padamu. Tapi intinya aku mencintai mu rinn, jika kau menerimaku genggam lah tangan ku tapi jika kau tak menerima ku berbaliklah menjauhiku” ucap natsumi sambil mengulurkan tangannya.
Segera kuraih tangan natsumi sambil tersenyum “aku takkan mau lagi ditinggalkan oleh orang orang yang kucintai dan mencintai aku, aku mohon tetaplah disini disisiku selamanya”ucapku pada natsumi. Sambil tersenyum natsumi dan rin pun berpelukann J.

Aku kan jadi pelangimu dan mewarnai hidupmu dengan caraku sendiriJ
THE END........




 karya: erni yanti lase